Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2017

Takwa Bakda Puasa

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Libur lebaran ke mana? Di rumah saja? Banyak yang berwisata dengan temannya. Ada juga yang berkumpul bersama keluarga. Hari raya terasa kurang lengkap bila tak dirayakan. Masih ingatkah sebulan berpuasa? Tentu. Kenangan saat perjuangan. Berjuang menahan dari yang membatalkan. Yang halal, seperti makan saja ditahan. Apalagi yang haram semisal aktifitas pacaran. Harus ditinggalkan. Kalau tidak, pahala puasanya berkurang. Bahkan bisa batal. Alhamdulillah, kita berhasil memenangkan perjuangan tersebut. Dapatkan Takwa Dapat apakah kita dari puasa? Ada yang merasa bahwa puasa itu berat. Hanya dapatkan lapar dan dahaga. Ada yang bersyukur. Lumayan, turunkan berat badan. Diet dari makanan. Jadi langsing deh! Dari semua jawaban, ada satu yang mestinya diimpikan. Puasa Ramadhan diwajibkan kepada kita disertai dengan hikmah istimewa. Yakni, membina jadi insan bertakwa. Firman Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana

Tampil Gaya di Hari Raya

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Mencari berbulan-bulan, habis dipakai sehari. Curhatan seorang ibu, tetangga. Kesal dengan anak gadisnya. Gara-gara terpanasi teman. Belanja persiapan untuk lebaran. Demi baju, tas dan 'hape' baru. Gensi dengan teman. Apalagi pas momen lebaran. Berbagai cara pun dipikirkan. Ada yang minta ke orang tua, ada rela bekerja. Mencari uang sendiri. Tak luput dilakukan oleh remaja putri. Namanya, kaula muda. Masih belum berpengalaman. Menuruti keinginan. Kadang, ingin cepat sukses. Tanpa kerja keras, maunya jalan pintas. Seperti sudah jadi rahasia umum. Sudah mulai dulu, sampai sekarang. Kenapa sepertinya sulit dibabat? Apakah sudah jadi tradisi yang mengakar kuat? Hal ini mengkhwatirkan. Akhirnya, berbuat apa saja. Jadilah perbincangan. Pantas saja, kemudian memunculkan fenomena ''warung  malam"  di sepanjang Ramadhan. Kalau dulu kata orang tua, warung malam ini memang hanya buka di malam hari. Karena untuk menghormati orang berpuasa, maka di

Pluralisme Generasi

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd Sosial media sempat heboh dengan status Facebook seorang remaja bertajuk "WARISAN". Lewat statusnya ia menjelaskan, agama dan ras merupakan warisan dari orang tua yang didapat ketika terlahir ke dunia. Ia khawatir ketika sebagian orang mulai memaksakan warisan pribadi itu ke ranah publik. "Bayangkan jika kita tak henti menarik satu sama lainnya agar berpindah agama," tulisnya. "Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara." Status itu viral karena dianggap bicara soal keprihatinan terhadap kondisi terpecah-belahnya masyarakat akibat mengikuti agama warisan tersebut. Menurutnya, lebih kuat ikatan kebangsaan dibandingkan agama warisan. Maka tak layak mempertentangkan pilihan politik berdasarkan agama dalam publik. Terlepas dari tulisan yang belakangan disorot keasliannya itu, ada satu yang bisa dibaca, yaitu "pluralisme." Sudah begitu berkembangkah di kalangan gen

Karena Peduli

Aku ingin bersuara begini Terhadap apa yang tengah terjadi Yang kini menyentuh geritik hati Dan adalah hak semua untuk lakukan koreksi Ketika melimpah sumber daya alam ini Sepertinya memang bukan punya kita lagi Alam dijarah kaum penjajah luar dan dalam negeri Pemilik asli tak pernah tahu rasa menikmati Ketika mulai dimunculkan ada kriminalisasi Kalangan yang suci pun kini dicaci-maki Yang benar malah digebuk untuk dihabisi Rupanya keadilan sebatas retorika dalam mimpi Ketika melanda krisisnya mental kebanyakan generasi Dan lagi, yang ditampakkan hanya tokoh ilusi Mereka wariskan pemikiran terdikte sekulerisasi Yang dipoles kualitas bagus untuk diimitasi Sudahlah, kenapa tak coba renungi dan pahami? Kenapa tak coba sambut tawaran solusi? Coba mengambil tatananan dunia syar'i Dengan dalil yang qath'i yang sudah terbukti Sudahlah, kenapa tak juga menoleh kembali? Kenapa tak berani berdiri dengan kaki sendiri? Berani menyadari betapa berharap segenap negeri

Perkataan Menunjukkan Pemikiran

Kita secara fitrah suka mendengar yang baik. Tapi, kadang kita temukan yang berkebalikan. Terutama di sosial media, kita ingin dapatkan info berguna dan ilmu buat takwa. Tapi, kadang ruang ini sampai kayak jadi kebun raya. Karena masing-masing mengucap nama-nama penghuninya. Yang sebenarnya nggak layak disematkan buat manusia. Padahal kan, tiap sikap kita mencerminkan siapa diri kita. Termasuk juga perkataan atau pernyataan kita, hal itu menunjukkan apa yang ada di dalam pikiran kita. Apa nggak nyadar kalau ucapan buruk itu "menjadikan diri sendiri buruk?" Belum lagi, orang-orang yang jadi tersinggung dengan ucapan itu. Wah! Bisa-bisa tiap hari nambah musuh. Apalagi dosa-dosa yang makin bertambah dicatatkan akibat berkata asal-asalan. Apakah kita nggak sempat terpikirkan yang seperti ini? Sayang bangetkan! Saat dulu belum ngaji pun, aku juga tergolong yang nggak sabaran. Suka berucap sekehendak hati. Yang mana yang benar menurutku, maka itulah yang kupertahankan mati-matian