Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Pelarangan organisasi ekstra kampus maupun parpol memasuki kehidupan kampus, akhirnya dicabut. Ini seiring dengan terbitnya Peraturan Menristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 menggugurkan Surat Keputusan (SK) Dirjen Pendidikan Nasional Kemendikbud Nomor 26/DIKTI/KEP/2002. Dan ini untuk menangkal terpaparnya mahasiswa dalam paham radikal di kampus. Topik ini pun diperbincangkan organisasi mahasiswa ekstra kampus (OMEK) dalam Banua Milenial Fest 4.0 yang dihelat Taruna Merah Putih (TMP) Kalsel di Cafe Capung, Banjarmasin, Sabtu (30/03/2019).
Sekretaris DPD Taruna Merah Putih (TMP) Kalsel dalam diskusinya sebagai moderator mengutip hasil survei Alvara Research Center dan Mata Air Foundation pada 2017, disebutkan 23,5 persen dari 1.800 mahasiswa yang diteliti dari 25 universitas di Indonesia, memiliki paham yang cukup radikal (jejakrekam.com, 30/03/2019).
Radikalisme dan kiprah organisasi mahasiswa ekstra kampus seperti dua sisi mata uang yang berbeda namun selalu bersama. Apalagi mengacu ke Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 55 Tahun 2018, maka dibentuklah Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB), menindaklanjuti hasil survei tersebut.
Sekretaris Pengurus Wilayah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kalsel mengatakan jika dilihat dari akar sejarahnya, malah organisasi ekstra kampus itu sangat berpengaruh di kalangan masyarakat kampus, hingga berganti rezim akhirnya dimatikan dan dijauhkan dari kampus. Ia malah khawatir dengan berdalih Permenristekdikti itu justru pimpinan kampus atau universitas, malah mendikte organisasi kemahasiswaan (jejakrekam.com, 30/03/2019).
Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK) diharapkan menjadi pengawal ideologi bangsa (PIB). Harapannya agar para mahasiswa di lingkungan kampus tidak terpapar paham-paham radikal yang bisa merongrong kestabilan bangsa dan negara.
Mengapa hal ini terus digulirkan ke mahasiswa? Jika kita cermati, isu radikalisme terus digaungkan di masyarakat, khususnya di kalangan mahasiswa agar sekulerisme dan liberalisme semakin kuat tertancap di benak mereka. Sehingga terus menjauhkan mereka dari pemahaman Islam yang kaffah.
Jika kita melihat ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata radikal memiliki arti, yaitu secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip). Sikap politik amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan), dan maju dalam berpikir atau bertindak. Akan tetapi, pandangan radikal yang senantiasa digaungkan dan disematkan pada Islam melahirkan framing negatif tentang Islam. Dimana selalu digambarkan bahwa muslim yang radikal suka melakukan kekerasan, berbuat onar, bahkan membunuh.
Stempel radikal memang sengaja digunakan secara sistematis untuk melabeli pihak-pihak yang menentang sistem kapitalisme Barat. Inilah tujuan terselubung dibalik program tersebut. Deradikalisasi merupakan upaya deislamisasi agar sekulerisme terus bercokol.
Semua ini sengaja diciptakan oleh Barat dan antek-anteknya untuk memecah belah umat Islam. Sehingga generasi muda muslim jauh dari nilai agama dan identitas sejatinya. Dan umat terus dipaksa berada dalam pusaran sekulerisme yang mengerdilkan peran agama hanya dalam ibadah ritual semata.
Deradikalisasi ala Barat akan melanggengkan penjajahan gaya baru (neo-imperialisme). Generasi muda ditumpulkan daya kritisnya dan dibuat apolitis. Sehingga, tidak peka lagi terhadap berbagai kezaliman yang menimpa rakyat.
Semestinya, kampus menjadi tempat berkembangnya iklim keilmuan, ladang mahasiswa berdiskusi dan berargumen, guna membangun negeri untuk menjadi lebih baik. Di tangan para intelektual kampus lah, lahir pemikiran dan idealisme yang tinggi. Namun realitanya kini, mahasiswa kehilangan identitasnya. Suara mereka coba dibungkam. Ketika berteriak tentang kebenaran dan keadilan, justru dianggap melawan bahkan dicap radikal.
Firman Allah SWT: "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (TQS. Al-Baqarah: 208).
Islam mewajibkan setiap muslim untuk berpegang teguh pada agamanya. Menjadi seorang pejuang dan penegak Islam Kaffah dalam kehidupannya. Dakwah menjadi poros hidupnya. Dan jika radikal adalah pemahaman yang mengakar dengan kuat, bukankah pemahaman Islam yang mengakar kuat pada umatnya merupakan kebaikan? Bahkan ini menjadi sebuah kewajiban.
Jangan biarkan radikalisme menjadi alat untuk memadamkan cahaya kebangkitan Islam yang kembali benderang untuk memimpin dunia. Apalagi, menyeru kepada Islam bukanlah sesuatu yang keliru apalagi dikatakan perbuatan yang negatif. Dakwah merupakan kewajiban dari Allah SWT kepada hamba-Nya yang beriman untuk taat pada seluruh syariat. Hingga syari’at dapat diterapkan secara menyeluruh sebagai rahmatan lil alamin.
Dan peran para mahasiswa dalam dakwah Islam sangatlah urgen. Mahasiswa harus memiliki pemahaman Islam yang jernih, agar tidak mudah terseret opini yang sengaja diaruskan oleh Barat. Mahasiswa harus terus bergerak melakukan perubahan dan penyadaran pada umat sesuai dengan tuntunan syari’at. Karena di tangan merekalah tongkat estafet kepemimpinan Islam akan berpindah. Wallahua'lam bish shawwab. []
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.
#mahasiswamuslim #BanuaSyariah #Kalsel
#PerubahanHakikiDenganKhilafah
#RasulullahPemimpinKami
#Khilafah_Pelindungku_Perisaiku
#KhilafahAjaranIslam
#IslamSelamatkanNegeri
_______
Follow, Like, Share, Comment
Muslimah Banua News
@muslimahbanuanews
Komentar
Posting Komentar