Langsung ke konten utama

Pernikahan Dini Pemicu Tingginya Angka Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, Benarkah?

 


Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*

Kekerasan terhadap perempuan dan anak masih marak terjadi di Banua. Saban tahun, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA) Kalsel selalu menemukan ratusan kasus. Di mana, sebagian besar justru terjadi di dalam rumah tangga. 

Untuk tahun ini, DPPA Kalsel mencatat dari Januari sampai Oktober sudah ada 188 kasus kekerasan yang mereka terima. Dari jumlah itu, 66 persen diantaranya terjadi di lingkungan keluarga atau KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Sedangkan untuk korbannya, jumlahnya tercatat 214 orang dari 188 kasus yang diterima tahun ini. Ironisnya, sebagian besar korban merupakan anak-anak dengan total 135. Sedangkan, 65 diantaranya perempuan dan 14 sisanya, laki-laki.

Mengenai jenis kekerasan yang dialami korban, Kepala DPPA Kalsel menuturkan sebagian besar korban mengalami kekerasan fisik dan psikologis. Bahkan, adapula yang menderita kekerasan seksual. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan sendiri menurutnya cukup banyak. Bisa disebabkan oleh lingkungan, pendidikan, ekonomi hingga pernikahan dini.

"Pernikahan dini yang biasanya jadi faktor KDRT. Karena, mereka belum siap untuk berumah tangga sehingga ego antara suami dan istri masih tinggi lalu terjadilah perkelahian," jelasnya (kalsel.prokal.co, 03/12/2019).

Tiap tahun di Kalsel angka kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat. Bahkan sering terjadi dalam keluarga. Ditengarai pernikahan dini menjadi salah satu pemicunya. Namun, benarkah pendapat yang dilontarkan tersebut?

Pernikahan dini selalu dikaitkan dengan problem rumah tangga. Dari pencetus KDRT hingga perceraian. Namun, benarkah semua kejadian tersebut karena pernikahan dini? Mengapa pernikahan dini dianggap ancaman serius dalam persoalan rumah tangga di negeri ini? Padahal dalam Islam ketika seseorang telah baligh, dia boleh melakukan pernikahan. Dan usia baligh itu berkisar antara 10-15 tahun. Tidakkah pencegahan usia dini bagian dari Islamofobia yang digaungkan oleh Barat dan antek-anteknya?

Jika kita telisik lebih jauh, kita dapati bahwa Barat sangat takut jika ajaran Islam terus dilaksanakan umat Islam. Diantaranya ajaran Islam berkaitan dengan usia pernikahan yang batasannya adalah baligh. Tentu pernikahan usia baligh akan meningkatkan jumlah umat Islam di kemudian hari. Jika umat Islam banyak, maka peluang bangkitnya peradaban Islam semakin besar. Inilah yang mengkhawatirkan Barat. Jadi mereka berusaha "meracuni pemahaman" umat Islam dengan mengopinikan bahwa pernikahan dini cukup beresiko bagi kesehatan reproduksi perempuan sekaligus rentan terhadap perpecahan rumah tangga tersebab belum matang secara psikologis.

Adapun kekerasan pada perempuan dan anak, juga perceraian yang terus terjadi bukan semata karena pernikahan dini yang mereka lakukan, tetapi sebab banyak faktor lain yang saling berkaitan. Diantara yang menjadi pemicu gugat cerai istri adalah karena faktor ekonomi. Ditambah buruknya sistem pendidikan dan lemahnya pemahaman agama umat Islam, maka jurang perpisahan pun semakin dalam. 

Muara semua penyebab munculnya berbagai persoalan tersebut tak lain karena sistem Kapitalisme  Sekuler yang diterapkan negara saat ini.  Sistem tersebut telah mendominasi lahirnya banyak masalah yang melingkupi umat Islam. Karena standar segala sesuatu pada sistem ini adalah keuntungan materi dan kepuasan jasadiyah semata. 

Berbeda dengan Islam yang telah menjadikan hukum Allah SWT dan Rasul-Nya sebagai standar setiap perbuatannya. Sehingga jika syariat Islam telah menetapkan suatu hukum, akan ada maslahat di dalamnya. Meski secara sudut pandang manusia terlihat buruk. Namun, penilaian di sisi Allah SWT semata yang patut jadi perhatian manusia.

Allah swt berfirman, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (TQS. Ar-Rum: 21).

Nabi Saw bersabda, "Jika seorang hamba menikah maka ia telah menyempurnakan setengah dari agamanya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah untuk menyempurnakan setengah yang tersisa." (HR. Baihaqi). 

Tujuan menikah yaitu memperbanyak jumlah kaum Muslimin serta menjaga ras manusia dari kepunahan. Selain itu, jika membiarkan pemenuhan naluri seksual tanpa aturan akan mengantarkan pada kekacauan dan kegoncangan. Juga akan mengantarkan pada pemenuhan yang keliru, atau pemenuhan yang tercela. Seperti maraknya zina, seks bebas, prostitusi, kehamilan di luar nikah, homoseksual, tingginya HIV Aids dan lain sebagainya. 

Jadi, maraknya dekadensi moral di kalangan generasi yang telah terjadi, kasusnya jauh lebih banyak dan dampaknya jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan jumlah kasus pernikahan dini yang memberikan dampak buruk secara langsung. 

Sebagai Muslim, kita harus menyakini bahwa ketika Allah SWT mengatur perbuatan-perbuatan manusia, Allah juga telah mengatur pemenuhan terhadap naluri dan kebutuhan jasmani manusia dengan hukum syariat Islam. Seperti melalui pernikahan, naluri akan terpenuhi dan pendorong zina yang merusak sistem sosial di masyarakat akan tertutup. Dengan berbagai cara, Rasulullah Saw pun banyak mendorong para sahabat dan kaum muslimin agar menikah. Dan Islam melarang keras melakukan tabattul (membujang), apalagi perbuatan zina. 

Perihal usia pernikahan, Islam tidak pernah menentukannya ataupun membatasinya. Maka boleh saja menikah bila telah siap dan benar-benar mampu untuk menikah. Bahkan, negara dalam sistem Islam akan sangat mendorong dan menganjurkan kaum muda untuk segera melangsungkan pernikahan. Khalifah akan memudahkan administrasi dan membantu dalam pembiayaan bagi yang tidak mampu, sebagaimana yang pernah dilaksanakan pada masa Kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. 

Penguasa dalam sistem Islam akan memberikan pembinaan keilmuan untuk mempersiapkan kematangan generasi muda agar siap menghadapi persoalan kehidupan dan mempunyai bekal menuju pernikahan yang terintegrasi dalam sistem pendidikan Islam. 

Selain itu, Khalifah sebagai kepala negara, juga akan menerapkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan, seperti sistem ekonomi, sosial-pergaulan, persanksian dan pemerintahan. Sehingga dalam kehidupan masyarakat terwujud kemuliaan, terjamin kesejahteraan, serta kehidupan setiap keluarga di masyarakat dapat berjalan harmonis. Setiap kepala keluarga akan berupaya melindungi anggota keluarganya dari tindak kejahatan apapun, termasuk pula mencegah terjadinya kekerasan dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu, sudah selayaknya negeri ini menerapkan syariat Islam secara sempurna (kaffah), sehingga seluruh umat manusia akan mendapatkan berkah dari Allah SWT.[]

*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi 

FP MUSLIMAH BANUA NEWS
Follow, Like, Share, Comment
Muslimah Banua News
@muslimahbanuanews

Join Chanel 
https://t.me/MuslimahBanuaNews

#HidupBerkahDenganSyariahKaffah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Perempuan Mengembalikan Kepemimpinan Islam

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Perempuan dan anak pun menjadi kelompok yang paling rentan terhadap tindak kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. Problematika yang kompleks dan memilukan yang dialami kaum perempuan hari ini merupakan buah diterapkan sistem bathil, Kapitalisme-Demokrasi. Fakta yang ada, menunjukkan sistem ini telah mengeksploitasi kaum perempuan di seluruh dunia demi menghasilkan pendapatan negara dan melipatgandakan keuntungan bisnis para Kapitalis.  Tak peduli bila harus mengorbankan kehormatan dan kesejahteraan perempuan. Sistem Kapitalis-Sekuler telah membawa seluruh manusia ke dalam kesengsaraan, termasuk juga kaum perempuan. Sebab, Kapitalisme hanya mengukur partisipasi perempuan dalam pembangunan bangsa sekadar dari kontribusi materi.  Rasulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu merupakan perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)...

"No, Comment!" Boleh Nggak Ya?

by Nor Aniyah Pernah dengar nggak reaksi orang-orang kalau ditanya atau dimintai tanggapan? Biasanya sih banyak di antara mereka yang bilang, "No, comment.. No, comment!" Sebenarnya apa sih artinya itu? Nah, biasanya neh "No, comment" ini artinya identik dengan "nggak ada komentar deh." Oke, oke aja. Atau "terserah kamu saja deh!" Ini bisa jadi terkesannya, kamu-kamu, aku-aku. "Lue, gue" gitu. Wah, kira-kira nih, yang begini, boleh nggak ya? Oke, Muslimah, kalau sekali-kali mungkin boleh lah kamu berujar kayak gitu. Misalnya, saat buru-buru. Mau ada urusan dulu. Tapi, kalau keterusan, ini bisa bahaya juga! Lho kok, gitu? Iya. Kalau keterusan, alamat kamu harus hati-hati. Apalagi dilakonin sama kaum muda sepertimu. Waspadalah! Bisa dibilang terlalu sering "no coment" itu, alarm kalau kita cenderung sudah nggak mau tahu. Rasa peduli kita sudah mulai luntur. Jangan-jangan, nama tetangga di samping rumah saja nggak tahu? Gaw...

Ketika TKA Masih Ada di Banua

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Media sosial sempat dihebohkan dengan viralnya video rombongan warga negara asing (WNA) tiba di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Para WNA itu terekam keluar dari terminal kedatangan, kemudian naik ke sebuah bus. Dalam video berdurasi 11 menit 27 detik tersebut, si perekam menjelaskan bahwa puluhan warga asing itu diduga berasal dari Tiongkok. Karena memiliki ciri-ciri mirip dengan orang-orang dari negara Asia Timur, yaitu berkulit putih dan bermata sipit (kalsel.prokal.co, 27/02/2019). Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I TPI Banjarmasin, membenarkan kedatangan TKA asal China yang akan bekerja PT Merge Mining Industry (MMI). Namun, ia menyebut jumlahnya hanya 22 orang dan telah memiliki kartu izin tinggal terbatas (KITAS). Menurut dia, TKA asal Negeri Tirai Bambu itu merupakan pekerja yang dirolling PT MMI yang sebelumnya sudah dideportasi otoritas imigrasi. Ia memaparkan di Kalsel PT MMI merupakan perusahaan yang paling banyak mempekerjakan TKA yakni berju...