Oleh: Nor Aniyah, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)
Honorer dianggap menjadi masalah di setiap seleksi CPNS. Banjarmasin, menjadi daerah yang jumlah honorernya melampaui jumlah PNS-nya. Perbandingannya antara 5.620 PNS dengan 6.060 honorer. Terbanyak untuk guru. Ditaksir mencapai dua ribu honorer.
Pemerintah pusat sendiri telah melarang perekrutan honorer. Sejak Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disahkan, nomenklatur tenaga honorer telah dihapuskan. Pemerintah pusat bahkan mengancam memberikan sanksi pemerintah daerah yang melakukan rekrutmen tenaga honorer (kalsel.prokal.co, 11/10/2018).
Sementara itu, adanya instruksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI tentang pemerataan guru dijawab Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalsel. Kadisdikbud Kalsel, HM Yusuf Effendi menerangkan, Kalsel sulit melakukan pemerataan guru karena kondisinya kini Kalsel justru masih kekurangan guru. Dimana kekurangan guru di Kalsel mencapai 5.714 orang. Akhirnya, saat ini kekurangan itu diisi oleh guru honorer. (banjarmasin.tribunnews.com, 10/10/2018).
Guru diidentikan dengan ungkapan “pahlawan tanpa tanda jasa,” karena kenyataannya gurulah yang paling banyak memberi jasa bagi kehidupan manusia. Namun, mirisnya nasib guru kini seolah kurang mendapatkan perhatian.
Kekurangan guru masih menjadi problem serius dunia pendidikan. Jika diperhatikan, sekolah-sekolah sangat perlu tenaga guru. Sementara jumlah guru yang PNS tidak mencukupi untuk memenuhi pelayanan pendidikan di berbagai daerah. Lalu, jika guru tiada, siapakah yang mengajar siswa? Optimalkah pelaksanaan kurikulum jika tanpa peran guru?
Seperti di SMPN 5 Banjarbaru, jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) yang menempuh pendidikan di sana tak diimbangi dengan ketersediaan guru pembimbing khusus (GPK). Ketua Musyawarah Guru Pendamping Khusus (MGPK) SMP se-Banjarbaru menyampaikan, kekurangan GPK dialami sebagian besar sekolah penyelenggara inklusi (kalsel.prokal.co, 12/10/2018).
Akan tetapi, dilema terus menerpa para guru honorer. Mereka mengalami tekanan hidup yang berat. Sementara keberadaannya sebagai guru honorer seolah tak dianggap. Dengan gaji hanya Rp 150.000, bahkan per tiga sampai enam bulan baru dibayarkan, lantas pengajaran seperti apa yang dapat dipersembahkan? Padahal, di waktu yang sama mereka harus memenuhi kebutuhan hidup yang meroket. Bisa dibayangkan, jika mereka tak punya pekerjaan sampingan bagaimana menafkahi keluarganya? Sekadar untuk ongkos berangkat ke sekolah pun tak cukup. Dan ini terjadi pada 1.118 guru honor guru PAUD se-Kabupaten Batola yang baru menerima rapelan insentif daerah Rp150 ribu per bulan selama 6 bulan. Uang insentif daerah Rp150 ribu itu seharusnya dibayarkan pada Juli. Namun baru Oktober ini dibayarkan (banjarmasin.tribunnews.com, 15/10/2018).
Begitulah, pendidikan dalam sistem Kapitalisme tak dibiayai negara sepenuhnya. Kekurangan guru dan rusaknya bangunan sekolah menjadi pemandangan khas di negeri ini. Jika pun guru direkrut, gaji yang diberikan sangatlah kecil, tak sebanding dengan jasa yang mereka curahkan. Belum lagi tuntutan kerja yang berat, menyebabkan guru abai dengan pembentukan karakter anak didik. Sekulerisme pun telah mengoyak kehidupan masyarakat.
Padahal dalam Islam, guru memiliki banyak keutamaan. Karena guru adalah seorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah SWT, dan menjadi perantara manusia mendapatkan kebaikan di dunia maupun akhirat. Sabda Rasulullah Saw: “Sesungguhnya Allah, para malaikat dan semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampai semut yang ada di liangnya dan juga ikan besar, semuanya bershalawat kepada muallim (orang yang berilmu dan mengajarkannya) yang mengajarkan kebaikan kepada manusia. (HR. Tirmidzi).
Pendidikan dalam pandangan Islam merupakan kebutuhan primer rakyat secara keseluruhan yang harus dipenuhi. Islam sangat memperhatikan posisi dan peran guru dalam pendidikan. Tujuan pendidikan dalam Islam pun khas, membentuk insan yang berkepribadian Islam yang mantap. Karenanya guru sangatlah penting dalam sistem pendidikan Islam. Khalifah akan memberikan gaji yang besar kepada setiap guru yang mengajar di sekolah milik negara. Dengan terjaminnya kehidupan para guru, tentu mereka akan fokus mendidik generasi muda Islam hingga menjadi sosok yang unggul.
Pada masa Rasulullah, sebagai kepala negara, beliau membebankan biaya pendidikan ke Baitul Maal dari pengelolaan harta kepemilikan umum. Hal demikian pun dilanjutkan oleh para Khalifah setelah beliau Saw.
Sebagai perbandingan, Imam Ad-Damsyiqi menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa, di Kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing setiap bulan sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas), jika dikalkulasikan, sekitar Rp 30.000.000. Tentunya, guru akan sejahtera, tanpa memandang statusnya PNS atau pun honorer. Sebab, yang terpenting profesinya sebagai guru yang sangat berjasa bagi negara.
Maka, keterpurukan di ranah pendidikan kini harus segera diakhiri. Tentunya, dengan kembali kepada aturan Allah SWT. Yang telah terbukti selama 13 abad mampu menjamin kesejahteraan untuk semua, termasuk bagi para guru.[]
--------
Follow, Like, Share, Comment
Muslimah Banua News
@muslimahbanuanews
@muslimahbanuanews
@muslimahbanuanews
Komentar
Posting Komentar