Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Tim gabungan dari Kantor Badan POM di HSU bekerja sama dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Perdagangan Balangan, mendatangi Pasar Paringin dan Pasar Modern Adaro. Dalam operasi yang dilakukan tersebut tim memperoleh 27 sampel dari pedagang yang ada di Pasar Paringin. Berdasarkan pengujian yang dilakukan terhadap semua sampel diperoleh hasil ada empat sampel yang tidak memenuhi syarat atau TMS. Di mana sampel bahan makanan tersebut diketahui positif mengandung Rhodamin B atau pewarna tekstil (banjarmasin.tribunnews.com, 25/06/2019).
Badan Pengawas Obat dan Makan (BPOM) di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) baru-baru ini juga masih temukan 2 sampel positif mengandung Rodhamin-B dari 32 sampel kue, makan, dan bahan pembuat makan dari para pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang jalan Abdul Azis hingga pasar induk Amuntai (kanalkalimantan.com, 21/06/2109).
Beberapa bulan lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menemukan dua ton bahan tambahan pangan (BTP) yang berbahaya bagi kesehatan di Pasar Amuntai, Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan. Kepala Kantor BPOM Kabupaten Kabupaten Hulu Sungai Utara menerangkan, dalam operasi ini didapatkan Bahan Tambahan Pangan (BTP) pengembang yang sering digunakan masyarakat untuk campuran bahan membuat kerupuk yang mengandung boraks dengan merk dagang Tcap Djago, dan mencantumkan Nomor Izin Edar palsu sebanyak 2.094 pieces dengan berat 2 ton dan nilai ekonomi mencapai Rp 31.410.000. (investor.id, 01/03/2019).
Rodhamin dan metanilyellow atau pewarna tekstil, dan formalin yang biasanya digunakan sebagai bahan pengawet mayat. Selain itu, boraks atau bahan kimia yang sering digunakan untuk campuran sabun dan anti septik. Bahan-bahan tersebut sering digunakan oleh para pedagang nakal yang tujuannya untuk mencari keuntungan yang lebih banyak.
Kasus makanan tak aman karena mengandung bahan yang berbahaya kini kembali mencuat. Peristiwa ini terus berulang terjadi. Meski setelah terciduk biasanya kasus menjadi sepi, namun ternyata bukan berarti rakyat aman dari mengkonsumsi barang berbahaya ini. Sampai kapan kasus seperti ini akan terus terjadi?
Buruknya sistem pengelolaan ekonomi negeri ini, dikarenakan mengadopsi konsep tata kelola dari sistem ekonomi kapitalis neoliberal. Hingga mendorong pelaku usaha, baik individu ataupun korporat tergiur untuk mencapai keuntungan tertinggi dengan cara apapun, tanpa peduli membahayakan publik. Akhirnya, kondisi peredaran makanan di masyarakat tak lagi aman, dan timbul keresahan bahkan mengancam kesehatan masyarakat.
Ide dasar dari sistem ekonomi kapitalis adalah sekulerisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga, para produsen dalam membuat makanan tidak mempertimbangkan halal dan haram, kurang mempertimbangkan aspek bahaya atau aman, yang utama adalah keuntungan. Karena tolok ukur dalam sistem ekonomi kapitalisme adalah manfaat. Ditambah dalam sistem kapitalisme, fungsi negara hanya sebagai pengatur. Sehingga peran negara dalam menjaga dan melindungi masyarakat akan mudah terlepas begitu saja. Sehingga wajar jika dalam koridor negara hukum ini pun, peraturan yang ada tidak cukup efektif. Demikianlah, kegagalan sistem kapitalis dan neoliberal dalam menjamin keamanan dalam pemenuhan kebutuhan rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam yang mengurusi (riayah) urusan umat. Khalifah merupakan perisai bagi rakyatnya. Karenanya, segala yang menjadi kebutuhan hidup rakyat akan diperhatikan dengan serius oleh Khalifah.
Allah SWT berfirman: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (TQS. al-Baqarah: 168).
Rasulullah Saw bersabda: “Tidak boleh membahayakan orang lain dan diri sendiri.” (HR Malik).
Islam sangat memperhatikan tersedianya makanan yang halal sekaligus thoyyib bagi masyarakat. Di dalam sistem Islam akan ada petugas khusus yang mengawasi terjaganya barang-barang konsumsi ini. Selain itu, ketakwaan umat yang terus dipupuk menyebabkan kesadaran mereka tinggi untuk taat pada aturan Illahi. Plus aturan tegas dari negara terhadap para pelanggar hukum mampu membuat jera mereka yang pernah terciduk. Bahkan menghalangi orang yang berniat melakukan hal serupa untuk beraksi. Inilah sistem kontrol yang paripurna dalam Islam.
Hisbah merupakan institusi ekonomi dalam sistem Islam yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap kegiatan ekonomi di pasar seperti mengawasi harga, takaran dan timbangan, praktek jual beli terlarang, dan lain-lain. Secara khusus, Ibn Taimiyah menjelaskan fungsi ekonomi muhtasib adalah mengawasi pasar. Muhtasib yaitu pemegang otoritas untuk mengawasi berbagai praktek transaksi dan kegiatan antara penjual dan pembeli di pasar agar benar-benar mengikuti aturan syariat, tidak ada kecurangan dan penipuan dalam ukuran takaran dan timbangan dan masalah harga. Selain itu, Muhtasib mengawasi standar kehalalan, kesehatan dan kebersihan suatu komoditas. Muhtasib akan melakukan quality control atas barang-barang yang beredar di pasar.
Di masa khilafah Umawiyah, sejarah mencatat berjalannya fungsi pengawasan pasar dalam memberikan jaminan keamanan pangan publik. Ada petugas-petugas khusus negara khilafah yang berseragam khas, yang rutin melakukan tugasnya untuk menstandarisasi mulai dari bahan baku, pengolahan hingga pengemasan produk roti yang merupakan makanan utama penduduk di kota Baghdad masa itu.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Islam memberikan jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga masyarakat berupa pangan, sandang, dan papan. Sebagaimana, Islam juga menjamin penanganan masalah keamanan, kesehatan, dan pendidikan. Semua itu merupakan kewajiban negara dan bagian dari tugasnya sebagai pemelihara dan pengatur urusan rakyat. Negaralah yang melaksanakan dan menerapkan semua itu berdasarkan syari’at Islam.[]
(Dimuat di: Kalimantan Post, 16/07/2019)
Komentar
Posting Komentar