Oleh: Fathanah Mukhlisah, S.Pd
(Pemerhati Sosial dan Pendidikan)
Menjelang Ramadan pada 5 Mei 2019 lalu, Wali Kota Banjarmasin, sudah memberikan imbauan kepada masyarakat. Tak lepas pula terhadap warung-warung sakadup yang kerap buka pada bulan puasa. Ia meakui, setiap kali bulan puasa berlangsung, ada saja warung sakadup di Banjarmasin, atau warung makan yang masih buka dan menerima pelanggannya makan di tempat (banjarmasin.tribunnews.com, 26/04/2019).
.
Kasatpol PP Kota Banjarmasin mengeluarkan peringatan kepada seluruh lapisan masyarakat, khususnya para ASN lingkup Pemko Banjarmasin, agar selama bulan Ramadan bisa menjaga ketertiban dan keamanan, sesuai aturan yang tertuang dalam Perda Nomor 4 tahun 2005. Ditegaskannya, apabila kedapatan melakukan pelanggaran, ia tidak segan-segan menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku (kalimantanpost.com, 26/04/2019).
.
Sementara itu, Kasatpol PP Kota Banjarmasin telah menyiagakan personel untuk penerapan Perda. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2015, Pemko Banjarmasin mengeluarkan Perda tentang larangan kegiatan pada bulan Ramadan. Adapun hal yang dilarang dalam Perda tersebut ialah beroperasinya tempat hiburan, warung makan, restoran dan sejenisnya pada siang hari. Bagi yang melanggar diancam kurungan paling lama tiga bulan atau denda maksimal Rp 50 juta (banjarmasin.tribunnews.com, 27/04/2019).
.
Sebagai daerah religius, pemerintah Kalsel cukup memperhatikan masalah ibadah masyarakat di bulan Ramadan. Sampai perlu mengeluarkan perda Ramadan, agar masyarakat melaksanakan ibadah dengan nyaman. Mirisnya, meski tiap tahun perda diberlakukan, tetapi pelanggaran terus saja terjadi.
.
Jika kita mau berpikir lebih mendalam, sejatinya muslim yang tak berpuasa tidak sekedar melanggar perda, tapi juga melanggar aturan Allah SWT. Namun, karena sistem yang melingkupi masyarakat bukanlah sistem Islam, mereka tak peduli dengan semua itu. Bahkan tak ada aturan yang memaksa muslim yang tak berpuasa tanpa alasan syar'i untuk bersegera puasa.
.
Padahal puasa Ramadan merupakan kewajiban yang ditentukan Allah SWT. Wajib bagi setiap Muslim yang mukallaf atau sudah baligh dan berakal sehat, serta mampu berpuasa. Apabila melakukan, akan mendapat pahala dan adanya ancaman Allah jika meninggalkannya, berupa dosa.
.
Allah SWT berfirman: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (TQS. Al-Baqarah: 185).
.
Ramadan juga merupakan bulan istimewa, karena di bulan ini Al-Qur’an pertama kali diturunkan, dan selanjutnya menjadi pedoman hidup umat Islam. Adapun bertakwa adalah menjalankan seluruh perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya. Namun kini, kaum Muslimin masih menjalani Ramadan di bawah naungan sistem Kapitalisme-sekuler, yang bertentangan dengan Islam. Sehingga menjalankan ibadah puasa pun banyak tantangannya.
Potret Ramadan di Masa Khilafah Islamiyah
.
Dalam Islam, perkara wajib yang datang dari Allah SWT harus dilaksanakan dengan tuntas dan sempurna. Meski tak ada tertulis dalam perda sekalipun, maka kewajiban sholat, puasa, dan zakat akan dijalankan sesuai aturan Allah. Dan sanksi yang tegas akan diberlakukan oleh Khalifah jika mereka melanggarnya. Semua bisa dilakukan ketika ketakwaan individu terwujud, sosial kontrol masyarakat dijalankan, dan negara mengayomi rakyatnya secara totalitas.
.
Setiap muslim yang meninggalkan kewajibannya akan terkena sanksi tazir, yang bentuk dan kadarnya jika tidak diadopsi Imam (Khalifah), maka qadhi (hakim) berhak menentukannya. Misalnya, seorang muslim yang tak berpuasa pada bulan Ramadan tanpa udzur syari, maka dijatuhi sanksi penjara selama 2 (dua) bulan untuk setiap hari tak berpuasa. Jika tak berpuasa secara terbuka di hadapan umum seraya menodai kesucian bulan Ramadan, maka sanksinya ditambah dengan penjara hingga maksimal 6 (enam) bulan. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 200).
.
Karim Abdul Majid mencatat dengan cukup menarik mengenai tradisi Ramadan di masa Khilafah Turki Utsmani. Sejak awal dikeluarkan edaran khusus mengenai bulan Ramadan. Surat edaran tersebut juga berisi arahan agar mengingatkan menjaga shalat jamaah di masjid, tidak masuk rumah orang tanpa seizinnya, tidak mengonsumsi makanan atau minuman siang hari di bulan Ramadan, dan mengajak berdoa untuk keberlangsungan Daulah Utsmani. Disediakan pula tempat-tempat berbuka, ruangan dipenuhi dengan berbagai makanan dan minuman untuk orang berbuka baik fakir, musafir. Bahkan mereka mendapatkan berbagai hadiah. Di pagi hari bulan Ramadan cafe-cafe dan toko-toko ditutup, baru dibuka lagi sejak berbuka hingga azan Shubuh. Dalam hal ibadah, begitu semarak. Masjid-masjid penuh untuk shalat dan pengajian agama (arrahmah.com).
.
Apa yang dilakukan Sultan, pejabat kekhilafahan secara khusus, dan masyarakat secara umum menunjukkan penghormatan yang tinggi terhadap bulan Ramadan. Karena itu, aktivitas ketaatan seperti inilah yang harus senantiasa dihidupkan kaum Muslim, begitu pun juga ketika Khilafah telah hadir kembali menjadi penjaga Islam yang amanah.[]
#RamadhandiBanua #BanuaSyariah #Kalsel
.
#PerubahanHakikiDenganKhilafah
#RasulullahPemimpinKami
#Khilafah_Pelindungku_Perisaiku
#KhilafahAjaranIslam
#IslamSelamatkanNegeri
#RamadhanBulanPerjuangan
#RamadhanBerkahBagiNegeri
#KegelapanMenujuCahaya
______
Follow, Like, Share, Comment
Muslimah Banua News
@muslimahbanuanews
Komentar
Posting Komentar