Langsung ke konten utama

Menimbang Pemindahan Ibukota Negara ke Kalimantan

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd

(Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan)


Pemindahan ibukota Republik ini, menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Bahkan Presiden RI memberi sinyal ibukota yang dipilih berada di luar Pulau Jawa. Kantor Staf Presiden RI telah menggelar diskusi wacana pemindahan pusat pemerintahan atau ibukota di Jakarta. Diskusi ini menghadirkan empat gubernur yang menjadi kandidat ibukota yakni dari Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat (jejakrekam.com, 06/05/2019).


Sebelumnya, Gubernur Kalsel diagendakan menyampaikan presentasi keunggulan Tanah Bumbu untuk dipertimbangkan menjadi kandidat ibukota Indonesia. Dari sisi sumber daya alam, Tanah Bumbu memiliki kandungan batubara yang melimpah. Hal ini menjamin energi yang besar untuk memaksimalkan pembangkit tenaga listrik untuk seluruh ibukota. Secara geografis, Tanah Bumbu berada ditengah-tengah Indonesia, sehingga akses dari pulau-pulau lain akan mudah (kalsel.prokal.co, 03/05/2019).


Tanah Bumbu menjadi Ibu Kota Negara Indonesia? Banyak yang berharap hal itu bisa jadi kenyataan demi pembangunan di Banua bisa lebih cepat. Namun, tak sedikit pula yang mengkhawatirkan tentang kondisi tatanan ekosistem dan lingkungan. Mengingat konsekuensi pembangunan bakal berdampak pada kawasan hutan. Apalagi, kawasan ibu kota baru yang disiapkan oleh Pemprov Kalsel mencapai 300 ribu hektare. Lebih dari setengah dari total luas wilayah Tanbu yang hanya sekitar 506.700 hektare (kalsel.prokal.co, 05/05/2019).


Gubernur Kalsel pun terlihat bersemangat menyambut wacana ini. Namun, sudah siapkah rakyat Kalsel menerimanya? Sudahkah terpikirkan bagaimana kondisi masyarakat Kalsel yang religius akan berubah mendadak kehidupannya menjadi masyarakat kota metropolitan? Lalu bagaimana dengan biaya pemindahan ibukota ini, dari mana sumbernya?


Dr. Fahmi Amhar dalam sebuah tulisannya "Ketika Khilafah Pindah Ibu Kota" mengungkapkan bahwa pemindahan ibukota memerlukan suatu perencanaan yang luar biasa.  Pemindahan itu harus optimal dari sisi kota yang baru dibangun, kota yang ditinggalkan, dan selama transisi, semua urusan pelayanan rakyat tidak boleh terganggu. Lalu setelah pemindahan selesai, efisiensi pemerintahan harus meningkat.


Sejarah peradaban Islam mencatat sedikitnya empat kali perpindahan ibukota negara.  Namun alasan utama saat itu semua adalah politik. Perpindahan pertama adalah dari Madinah ke Damaskus pada awal Bani Umayyah. Perpindahan berikutnya adalah saat kebangkitan Bani Abbasiyah dari Damaskus ke Baghdad. Baghdad adalah kota yang dibangun baru, menggantikan Ctesiphon, ibukota Persia. 


Pada 30 Juli 762 M, Khalifah al-Mansur mendirikan kota Baghdad. Al-Mansur percaya Baghdad adalah kota yang akan sempurna menjadi ibukota Khilafah.  Modal dasar kota ini, lokasinya yang strategis dan memberikan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia. Tersedianya air sepanjang tahun dan iklim yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibukota khilafah sebelumnya yakni Madinah atau Damaskus.


Namun modal dasar tadi tentu tak akan efektif tanpa perencanaan yang luar biasa.  Empat tahun sebelum dibangun, tahun 758 M al-Mansur mengumpulkan para surveyor, insinyur dan arsitek dari seluruh dunia untuk datang dan membuat perencanaan kota.  Lebih dari 100.000 pekerja konstruksi datang untuk mensurvei rencana-rencana, banyak dari mereka disebar dan diberi gaji untuk langsung memulai pembangunan kota.  


Kota dibangun dalam dua semi-lingkaran dengan diameter sekitar 19 kilometer.  Setiap bagian kota yang direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. 


Sebagaimana laporan para pengelana Barat, baik Baghdad maupun Cordoba adalah kota-kota yang tertata rapi, dengan saluran sanitasi dibawah tanah serta jalan-jalan luas yang bersih dan diberi penerangan pada malam hari. Ini kontras dengan kota-kota di Eropa masa itu, yang kumuh, kotor dan di malam hari gelap gulita sehingga rawan tindak kejahatan.


Dalam Islam, posisi ibukota negara menjadi penting karena di sanalah Khalifah dan seluruh perangkat negara dipusatkan. Namun, di mana pun kedudukan ibukota, yang lebih penting lagi adalah aturan yang diterapkan untuk seluruh masyarakat berlandaskan pada Islam. Begitupun kekuatan negara, seluruhnya berada dalam tangan kaum muslimin. Sehingga seluruh kendali pengurusan urusan umat tetap di tangan Khalifah, di manapun posisi ibukota negara. Tidak melihat sisi untung rugi secara ekonomis, apalagi mengacu pada arahan negara asing.[] 


#IbuKota #BanuaSyariah #Kalsel

.

#PerubahanHakikiDenganKhilafah

#RasulullahPemimpinKami

#Khilafah_Pelindungku_Perisaiku

#KhilafahAjaranIslam

#IslamSelamatkanNegeri

#RamadhanBulanPerjuangan

#RamadhanBerkahBagiNegeri

#KegelapanMenujuCahaya

_______


Follow, Like, Share, Comment

Muslimah Banua News

@muslimahbanuanews

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Perempuan Mengembalikan Kepemimpinan Islam

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Perempuan dan anak pun menjadi kelompok yang paling rentan terhadap tindak kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. Problematika yang kompleks dan memilukan yang dialami kaum perempuan hari ini merupakan buah diterapkan sistem bathil, Kapitalisme-Demokrasi. Fakta yang ada, menunjukkan sistem ini telah mengeksploitasi kaum perempuan di seluruh dunia demi menghasilkan pendapatan negara dan melipatgandakan keuntungan bisnis para Kapitalis.  Tak peduli bila harus mengorbankan kehormatan dan kesejahteraan perempuan. Sistem Kapitalis-Sekuler telah membawa seluruh manusia ke dalam kesengsaraan, termasuk juga kaum perempuan. Sebab, Kapitalisme hanya mengukur partisipasi perempuan dalam pembangunan bangsa sekadar dari kontribusi materi.  Rasulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu merupakan perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll). Sayangn

Kumpulan Cerpen "Muslimah Banua Menulis": Candy Love

Dunia remaja memang kaya warna. Kelip-kelip kenangan memancar dalam ingatan, sulit terlupa meski usia beranjak dewasa. Masa sarat potensi, kejar prestasi, penuh dorongan ingin mengabdi pada Allah Yang Maha Suci, tentunya tak luput dari tantangan. Pengorbanan meraih cita, tertatih menggenggam asa, tertuang dengan jernih dalam nuansa kumpulan cerita pendek ini. Kadang nasihat dirasa menjemukan. *Candy Love* hadir untuk berkaca, merenungi sekelumit kisah hidup, untuk mematut diri, sudahkah cukup hiasan diri, menjadi remaja muslimah sejati. *Candy Love* adalah karya persembahan penulis-penulis muslimah muda Banua(Kalsel). Mencoba merangkai kata, menyentuh rasa, menggugah pemikiran agar remaja muslim bangkit, mengembangkan potensi diri, berkiprah 'tuk prestasi dunia-akhirat, serta menyumbangkan segenap pikiran dan tenaga untuk kebaikan umat. #MuslimahBanuaMenulis

Game Online dan Nasib Generasi

O leh: Fathanah Mukhlisah, S.Pd (Pemerhati Sosial dan Pendidikan) . Akhir-akhir ini, publik dihebohkan dengan kontroversi game online PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG). Pasalnya, game yang satu ini mencuat lantaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat akan melabelinya dengan fatwa haram. Kontroversi game PUBG awalnya mencuat lantaran dikaitkan dengan aksi berdarah penembakan oleh teroris di masjid Selandia Baru. Puluhan nyawa melayang akibat aksi sadis tersebut. . Terkait hal ini, Sekretaris Komisi III DPRD Banjarbaru, berharap agar vonis terhadap game ini benar-benar ditimbang dan dikaji. Ditambahkannya, meskipun nantinya akan benar-benar dilarang secara resmi. Ia menginginkan agar alasan dan dasar pelarangan bisa tersosialisasi dan tersampaikan secara komprehensif (kalsel.prokal.co, 03/04/2019).  . Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan siap menyosialisasikan hasil kajian MUI pusat terkait fatwa haram bermain game smartphone Player Unknown Battle Ground's (PUBG),