Langsung ke konten utama

KIP, Potret Diskriminasi Pendidikan

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd


Nama bantuannya adalah Program Indonesia Pintar (PIP). Yang berhak menerimanya adalah pemegang Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun, pengelolaan bantuan ini menimbulkan kerumitan.


Kartu Indonesia Pintar diluncurkan mendekati akhir 2014. Hampir empat tahun berjalan, penyaluran bantuan untuk pelajar miskin itu masih tersendat-sendat. Jika tak ingin disebut dirundung banyak masalah. Mulai dari data yang tidak akurat, penerima bantuan yang diam-diam sudah “menghilang”, hingga lambannya penerbitan SK pencairan oleh kementerian.


Sementara, nominal bantuan PIP sebenarnya tak seberapa. Besarannya adalah Rp 225 ribu per tahun untuk siswa kelas I dan VI. Sedangkan untuk kelas II sampai V dibantu Rp 450 ribu per tahun (kalsel.prokal.co, 01/09/2018).


Dinas Pendidikan Kota Banjarmasin menyebutkan, sebanyak 934 orang siswa tidak layak lagi mendapat Kartu Indonesia Pintar (KIP). Menurut Kabid Bina Pendidikan SD Disdik Kota Banjarmasin, sebanyak 934 siswa ini tidak layak lagi mendapat KIP diantaranya karena orangtuanya sudah mampu atau ekonomi berkecukupan. Alasan lainnya, karena orangnya sudah meninggal dunia, namun yang paling banyak itu dikarenakan siswa tersebut pindah sekolah (kalsel.antaranews.com, 05/09/2018).


Sebelumnya di Banjarmasin, ada 14 ribu siswa SD yang diusulkan mendapatkan program bantuan dari KIP. Sayangnya hingga kini hanya 10 ribu siswa saja yang mendapat Surat Keputusan (SK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banjarmasin. Sedangkan 4.820 sisanya masih menunggu (banjarmasin.tribunnews.com, 13/09/2018).


Namun, selama tahun 2018 telah ada 4.686 siswa SD dan SMP di Banjarmasin yang telah dicoret dari usulan penerima KIP (Kartu Indonesia Pintar). Pusat menolaknya karena alasan mereka tak cukup miskin untuk dibantu. 


Untuk menyatakan seseorang miskin, Kemensos telah menyusun belasan indikator. Dulu ada sebanyak 14 indikator. Belakangan ditambah menjadi 20 indikator. Semakin banyak dan semakin rumit.Yang diukur bukan cuma penghasilan bulanan. Tapi juga menilai kelayakan tempat tinggal, akses sanitasi (toilet), pemenuhan asupan gizi keluarga, hingga ada atau tidaknya lansia non produktif di rumah tersebut (kalsel.prokal.co, 01/12/2018).


Kartu Indonesia Pintar (KIP) diterbitkan bagi siswa tidak mampu, alias miskin. Dengan ukuran kemiskinan 13 ribu/hari/kepala. Jika melebihi standar itu maka mereka terkategori kaya. Akibatnya, banyak siswa yang tereliminasi untuk mendapatkan KIP karena tak memenuhi kualifikasi itu. Inilah potret Kapitalisme dalam pendidikan. Kekayaan menjadi ukuran perolehan pendidikan di masyarakat.


Dalam sistem demokrasi-sekular saat ini, sistem pendidikan tunduk pada kepentingan pasar (kapital), khususnya kapitalisme global. Bukan lagi diarahkan mencapai tujuan luhur pendidikan. Pelayanan pendidikan pun tidak steril dari unsur komersial. Negara tidak benar-benar hadir memastikan layanan pendidikan. Tapi, masih berhitung untung rugi dan kesanggupan keuangan. Kondisi ini sangat gamblang terlihat dari minimnya fasilitas pendidikan, diskriminasi layanan pendidikan, ketidakjelasan arah kurikulum, kurangnya pendidik berkompetensi, rusaknya moral output pendidikan dan beragam problem lainnya. 


Sejatinya, Allah SWT telah menurunkan risalah terakhirnya kepada Muhammad Saw. Sebagai risalah yang lengkap, berarti mencakup semua lini kehidupan, tiada satu lini kehidupan pun yang luput dari risalah ini. Maka, akan dijumpai dalam aturan Islam berbagai pembahasan mengenai hukum, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan juga pendidikan.


Islam mendorong dengan tegas menuntut ilmu sebagai aktivitas ibadah yang akan meninggikan derajat manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat. Islam pun mewajibkan laki-laki dan perempuan menuntut ilmu sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah.)


Pendidikan dalam Islam adalah hak dasar tiap warga negara. Semua yang berkaitan dengan pendidikan akan menjadi tanggungjawab negara menyediakannya. Baik fasilitas sekolah maupun guru-gurunya. Gratis, tanpa perlu bayar. Tak peduli siswa yang bersekolah itu orang kaya ataukah miskin. Tak ada diskriminasi pendidikan dalam sistem Islam.


Sebagai bagian dari pengurusan rakyat (ri’ayah), pendidikan diatur sepenuhnya oleh negara berdasarkan akidah Islam. Negara wajib mengalokasikan anggaran dengan jumlah memadai untuk pelayanan pendidikan gratis dan berkualitas bagi masyarakat. Sumber dananya berasal dari pemasukan harta milik negara dan hasil pengelolaan harta milik umum, seperti tambang mineral, migas, hutan, laut, dan sebagainya.


Dalam potret sejarah, Khilafah Islamiyah telah memberikan dukungan luar biasa pada aktivitas menuntut ilmu dan menyebarkannya. Hingga tak aneh, di masa kejayaan Islam menjadi pusat pembelajaran dunia. Sistem ini pun terbukti mampu melahirkan ulama dan ilmuwan melimpah serta menciptakan peradaban mulia yang menjadi adidaya dunia.


Oleh karena itu, hanya dengan penerapan syariah, pendidikan bermutu bisa dirasakan seluruh rakyat tanpa kecuali dan diskriminasi. Baik kaya atau miskin, muslim atau non muslim. Jadi, adalah tugas kita bersama untuk berjuang keras mengembalikan sistem Islam, agar negeri Muslim dapat kembali menjadi mercusuar peradaban yang menerangi dunia.[]


--------


Follow, Like, Share, Comment


Muslimah Banua News

@muslimahbanuanews


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Perempuan Mengembalikan Kepemimpinan Islam

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Perempuan dan anak pun menjadi kelompok yang paling rentan terhadap tindak kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. Problematika yang kompleks dan memilukan yang dialami kaum perempuan hari ini merupakan buah diterapkan sistem bathil, Kapitalisme-Demokrasi. Fakta yang ada, menunjukkan sistem ini telah mengeksploitasi kaum perempuan di seluruh dunia demi menghasilkan pendapatan negara dan melipatgandakan keuntungan bisnis para Kapitalis.  Tak peduli bila harus mengorbankan kehormatan dan kesejahteraan perempuan. Sistem Kapitalis-Sekuler telah membawa seluruh manusia ke dalam kesengsaraan, termasuk juga kaum perempuan. Sebab, Kapitalisme hanya mengukur partisipasi perempuan dalam pembangunan bangsa sekadar dari kontribusi materi.  Rasulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu merupakan perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll). Sayangn

Kumpulan Cerpen "Muslimah Banua Menulis": Candy Love

Dunia remaja memang kaya warna. Kelip-kelip kenangan memancar dalam ingatan, sulit terlupa meski usia beranjak dewasa. Masa sarat potensi, kejar prestasi, penuh dorongan ingin mengabdi pada Allah Yang Maha Suci, tentunya tak luput dari tantangan. Pengorbanan meraih cita, tertatih menggenggam asa, tertuang dengan jernih dalam nuansa kumpulan cerita pendek ini. Kadang nasihat dirasa menjemukan. *Candy Love* hadir untuk berkaca, merenungi sekelumit kisah hidup, untuk mematut diri, sudahkah cukup hiasan diri, menjadi remaja muslimah sejati. *Candy Love* adalah karya persembahan penulis-penulis muslimah muda Banua(Kalsel). Mencoba merangkai kata, menyentuh rasa, menggugah pemikiran agar remaja muslim bangkit, mengembangkan potensi diri, berkiprah 'tuk prestasi dunia-akhirat, serta menyumbangkan segenap pikiran dan tenaga untuk kebaikan umat. #MuslimahBanuaMenulis

Game Online dan Nasib Generasi

O leh: Fathanah Mukhlisah, S.Pd (Pemerhati Sosial dan Pendidikan) . Akhir-akhir ini, publik dihebohkan dengan kontroversi game online PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG). Pasalnya, game yang satu ini mencuat lantaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat akan melabelinya dengan fatwa haram. Kontroversi game PUBG awalnya mencuat lantaran dikaitkan dengan aksi berdarah penembakan oleh teroris di masjid Selandia Baru. Puluhan nyawa melayang akibat aksi sadis tersebut. . Terkait hal ini, Sekretaris Komisi III DPRD Banjarbaru, berharap agar vonis terhadap game ini benar-benar ditimbang dan dikaji. Ditambahkannya, meskipun nantinya akan benar-benar dilarang secara resmi. Ia menginginkan agar alasan dan dasar pelarangan bisa tersosialisasi dan tersampaikan secara komprehensif (kalsel.prokal.co, 03/04/2019).  . Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan siap menyosialisasikan hasil kajian MUI pusat terkait fatwa haram bermain game smartphone Player Unknown Battle Ground's (PUBG),