Oleh: Nor Aniyah, S.Pd
Aksi mahasiswa menyampaikan aspirasi dan mengkritisi kebijakan pemerintah mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar terjadi di berbagai daerah. Tak terkecuali di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Aksi mahasiswa digelar di dua titik. Yaitu di Bundaran Jalan Lambung Mangkurat, kemudian berjalan menuju DPRD Kalsel. Namun, sesampainya di gedung dewan, para mahasiswa merasa kesal dan kecewa. Mereka tak ditemui oleh satu pun anggota dewan. Gabungan mahasiswa dari berbagai universitas tersebut membawa berbagai macam poster yang berisi kecaman dan tuntutan seperti, Setelah Rupiah, Apalagi yang Akan Naik. (beritabanjarmasin.com, 07/09/2018).
Nilai tukar rupiah terhadap dolar kian melemah. Hal ini menimbulkan berbagai dampak kepada masyarakat, terutama pengguna bahan import. Salah satunya seperti tepung terigu, yang saat ini harganya terus mengalami kenaikan. Sebab, bahan baku pembuatan tepung terigu berasal dari gandum, yang didatangkan dari luar negeri.
Seperti yang diungkapkan salah satu agen tepung terigu di Kota Tanjung, Hj. Irus. Sejak satu bulan terakhir, harga tepung terigu mengalami kenaikan harga. Biasanya dulu ia menjual satu sak dengan berat 25 kilogram seharga Rp 177 ribu, kini menjadi Rp 180 ribu perkilogram (tvtabalong.com, 07/09/2018).
Sebelumnya, peternak ikan budidaya di Tabalong juga merasakan dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Akibat hal tersebut, pakan ikan yang biasa peternak gunakan untuk konsumsi ikannya, juga turut naik. Kenaikan harga pakan ikan ini, diakui para peternak budidaya ikan, mengurangi pendapatan mereka. Pasalnya di tengah kenaikan pakan, harga ikan di pasaran justru melemah. Peternak ikan budidaya mengakui, hingga saat ini, belum menemukan pakan pengganti alternatif. Sehingga mereka tetap harus menggunakan pakan tersebut, meski terjadi kenaikan harga (tvtabalong.com, 05/09/2018).
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar turut menjadi perhatian ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Selatan (Kalsel), H Supriadi MM. Kondisi kurs dolar yang naik sekarang membuat dilematis. Ia mengatakan dampak dolar naik otomatis penghasilan pengusaha ekspor dari sumber daya alam juga naik. Tapi, bagi UMKM seperti pembuat tempe tahu, tentu memberatkan karena dengan kedelai yang masih impor (banjarmasin.tribunnews.com, 10/09/2018).
Kenapa rupiah terus melemah? Persoalan melemahnya rupiah tidak terlepas dari pengaruh dolar sebagai nilai tukar internasional. Dengan standar keuangan berdasarkan dolar, maka uang kertas yang nilai intrinsik dan nominalnya berbeda mudah dipermainkan para spekulan asing sehingga nilai uangnya fluktuatif. Ini sebenarnya sebuah modus penjajahan melalui dolar sebagai konsekuensi tunduk pada sistem ekonomi kapitalisme neoliberal.
Anjloknya nilai rupiah sangat membahayakan perekonomian, termasuk kestabilan sosial negeri ini. Di antaranya: pertama, biaya impor semakin mahal. Kedua, beban utang vallas pemerintah dan swasta semakin tinggi. Ketiga, harga barang impor dan barang yang mengandung bahan baku impor meningkat. Keempat, beban APBN makin besar karena sebagian utang harus dibayar dengan dolar dan sebagian belanja barang dan modal juga berasal dari impor.
Ekonomi Kapitalis telah menunjukkan dengan jelas kebobrokannya. Lemahnya nilai tukar rupiah semakin menyengsarakan rakyat. Harga kebutuhan pokok yang bahan bakunya bertumpu pada impor sangat terasa dampaknya. Akibatnya, pasar dalam negeri pun bergejolak. Akhirnya, yang paling merasakan dampaknya adalah rakyat kecil.
Saat nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan, berpotensi besar memicu inflasi. Harga-harga barang di dalam negeri meningkat. Terutama barang atau produk yang diolahnya dari bahan baku impor. Produsen harus menjual produk dengan harga yang lebih mahal agar tak merugi. Karena itulah, konsumen (masyarakat) akan membeli dengan harga yang lebih mahal dari biasanya. Dengan semakin mahalnya barang-barang tersebut terutama untuk barang konsumsi, maka akan memicu inflasi tinggi. Masyarakat pun akan makin terpuruk.
Problem krisis nilai tukar mata uang akan terus berulang selama akar masalahnya tidak diselesaikan, yakni penggunaan mata uang kertas dan ketergantungan ekonomi pada negara lain. Kita membutuhkan mata uang yang nilainya stabil dan universal. Tapi, apa?
Islam adalah ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan, bahkan mampu mengatasi masalah perekonomian. Dengan syariah kaffah, Islam memiliki penyelesaian yang tepat. Islam akan menutup peluang terjadinya krisis nilai mata uang dengan menerapkan sistem mata uang dinar (emas) dan dirham (perak), serta berbagai hukum transaksi keuangan yang menutup pintu spekulasi.
Abu Bakar Ibnu Abi Maryam meriwayatkan bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Masanya akan tiba pada umat manusia, ketika tidak ada apapun yang berguna selain dinar dan dirham. (Masnad Imam Ahmad Ibn Hanbal).
Mata uang dinar dan dirham merupakan mata uang yang aman untuk dimiliki. Kedua mata uang ini merupakan solusi atas permasalahan mata uang kertas. Mata uang ini telah digunakan pada masa Rasulullah dan para Khalifah setelahnya. Dirham pertama kali dicetak tahun 651 M pada era kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan, mencantumkan tulisan bismilah (republika.co.id, 18/03/2009).
Sejarah membuktikan emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal dunia. Peradaban Islam di era keemasan selama berabad-abad menjelma menjadi sebuah kekuatan perekonomian dunia. Tak heran, jika pada masa itu, kekhalifahan Islam sudah memiliki mata uang sendiri bernama dirham (perak) dan dinar (emas). Dengan menggunakan kedua mata uang itu, perekonomian di dunia Islam tumbuh begitu pesat.
Penting bagi umat Islam untuk kembali pada sistem ekonomi Islam yang menjadikan kebijakan moneternya berbasis syariah. Sistem ekonomi Islam mengajarkan bahwa mata uang yang paling stabil ditopang oleh nilai emas. Maka, uang dinar dan dirham lah yang dikenalkan dalam Islam. Nilai dinar dan dirham ini tak mudah goyah. Selain itu, transaksi ekonomi yang berjalan dalam Islam bebas riba dan kecurangan lainnya.
Oleh karena itu, sangat urgen hadirnya peran negara sebagai institusi penerap hukum Islam termasuk sistem moneter berbasis syariah yang membawa berkah. Agar mampu memberikan jaminan terpenuhinya semua kebutuhan individu per individu masyarakat.[]
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi. Berdomisili di HSS, Kalsel.
Dimuat di: Kalimantan Post
Komentar
Posting Komentar