Langsung ke konten utama

Moderasi Beragama Mahasiswa, Haruskah?

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*

Kementerian Agama menyampaikan lima pesan tentang moderasi beragama untuk mahasiswa baru di seluruh Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se- Indonesia. Pesan ini disampaikan sebagai salah satu materi kegiatan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK), digelar sejak akhir Juli hingga akhir Agustus 2018.

Moderasi beragama menjadi materi wajib sebagai bekal mahasiswa baru menimba ilmu di PTKIN, demikian dijelaskan Kepala Seksi Kemahasiswaan Direktorat PTKI Kemenag Ruchman Basori di Banjarmasin, Rabu (29/08). Kemenag memandang materi terkait moderasi beragama penting bagi mahasiswa UIN, IAIN, maupun STAIN.

Ada lima pesan yang perlu diketahui mahasiswa baru sehingga dapat menjadi civitas akademika PTKIN moderat. Pertama, Kemenag meminta mahasiswa PTKIN agar belajar Islam pada orang dan sumber otoritatif. Diharapkan dapat memandu mahasiswa memiliki pemahaman agama yang benar dan moderat. Kedua, mahasiswa menjadi insan cerdas dan kritis. Mampu melakukan critical thinking atas informasi yang masuk, termasuk informasi keagamaan. Ketiga, melakukan counter narasi dan ideologi terhadap gerakan intoleransi dan radikal yang masif berkembang. Keempat, mendorong mahasiswa PTKIN menjadi pengguna media sosial atau netizen yang baik. Artinya, jangan ikut menyebar paham radikal. Kelima, para mahasiswa baru dapat menjadi aktivis di kampus masing-masing. Ini untuk menajamkan kepekaan nurani dan keberpihakan kepada masyarakat (kemenag.go.id, 30/08/2018).

Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) saat ini dinilai harus memainkan peran aktif dalam menjaga moderasi beragama di Indonesia. Direktur Pendidikan Tinggi dan Keagamaan Islam, Arskal Salim saat membuka Workshop Moderasi Agama di Jakarta menyampaikan, "Banyaknya orang yang terpapar radikalisme di beberapa tempat memberikan bukti bahwa gerakan mereka telah ada di semua lini, termasuk di perguruan tinggi agama." (kemenag.go.id, 13/08/2018).

Istilah moderasi sejak beberapa tahun terakhir sangat populer. Hampir semua pidato pemimpin negara, termasuk pidato Raja Salman di gedung MPR RI dan pidato kampanye maupun debat capres AS menyebut-nyebut kata moderasi dan lawan katanya ekstremisme atau radikalisme. Apakah moderasi itu?

Daniel Pipes, seorang pemikir Barat, mengungkap sejumlah karakter Muslim moderat, antara lain: mengakui adanya persamaan hak-hak sipil antara Muslim dan non-Muslim; membolehkan seorang Muslim berpindah agama; membolehkan wanita Muslim menikahi pria non-Muslim; menerima dan setia pada hukum pemerintahan non-Muslim; berpihak pada hukum sekular ketika terdapat pertentangan dengan budaya Islam (Lawrence Auster, 2005).

Islam moderat salah satu paham yang direkomendasikan Rand Corporation sebagai hasil laporan riset proyek Angkatan Udara AS, berjudul The Muslim World After 9/11 yang disusun Angel M. Rabasa dan kawan-kawan tahun 2004.

Moderasi sebagai upaya pengurangan dan penghindaran dari keekstreman (radikal). Padahal "radikalisme” awalnya bukanlah sesuatu yang berbahaya. Radikal itu "to radic", yakni kembali pada "akar", sesuatu yang mendasar. Dalam beragama orang yang kembali pada "akar" ingin segala sesuatu berpijak pada akar keyakinan, yaitu prinsip-prinsip mendasar yang jadi pedoman setiap orang beriman atau beragama. Namun, kata radikal dan radikalisme bagi Islam kini mengalami distorsi, dilekatkan citra negatif.

Mahasiswa merupakan aset besar perubahan dan kemajuan suatu bangsa. Mereka merupakan agen perubahan (agent of change) dengan keintelektualan dan idealismenya. Mereka punya sense of crisis, kemampuan mengidentifikasikan berbagai masalah masyarakat dan memberikan solusi. Sehingga wajar dalam sejarah, kaum intelektual menjadi pioneer setiap perubahan di masyarakat.

Akan tetapi, citra tersebut tergeser oleh fakta hari ini. Mahasiswa diarahkan untuk menjadi sosok pemuda yang unggul dalam bersikap moderat. Menjadikan toleransi hal yang penting. Aktivitasnya terpusat pada ranah akademik individual. Peran sebagai agen perubahan ditumpulkan. Perguruan tinggi seharusnya menjadi tempat Mahasiswa membentuk dirinya menjadi akademisi yang berpihak kepada kebenaran.

Sungguh, moderasi beragama bertentangan dengan Islam. Sangat jelas Allah SWT memerintahkan kita mengamalkan Islam secara kaffah. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan), dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (TQS. Al-Baqarah: 208).

Islam agama sekaligus ideologi yang sempurna. Maka semestinya pemahaman Islam kaffah inilah yang jadi pegangan seluruh umat, termasuk mahasiswa sebagai penggerak perubahan. Tak ada istilah Islam moderat, Islam tradisional, Islam nusantara atau label lainnya. Hanya ada satu, yaitu Islam yang bersumber Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. []

==========

Mari sahabat, dukung dan sebarkan opini dakwah.
Semoga bisa menjadi amal sholih untuk kita bersama. Aamiin Allahumma Aamiin

Jazakumullahu khairan katsiron

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti sebuah pahala pelakunya" (HR. Muslim).

Sila berkunjung :

@muslimahbanuanews
@muslimahbanuanews
@muslimahbanuanews

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Perempuan Mengembalikan Kepemimpinan Islam

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Perempuan dan anak pun menjadi kelompok yang paling rentan terhadap tindak kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. Problematika yang kompleks dan memilukan yang dialami kaum perempuan hari ini merupakan buah diterapkan sistem bathil, Kapitalisme-Demokrasi. Fakta yang ada, menunjukkan sistem ini telah mengeksploitasi kaum perempuan di seluruh dunia demi menghasilkan pendapatan negara dan melipatgandakan keuntungan bisnis para Kapitalis.  Tak peduli bila harus mengorbankan kehormatan dan kesejahteraan perempuan. Sistem Kapitalis-Sekuler telah membawa seluruh manusia ke dalam kesengsaraan, termasuk juga kaum perempuan. Sebab, Kapitalisme hanya mengukur partisipasi perempuan dalam pembangunan bangsa sekadar dari kontribusi materi.  Rasulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu merupakan perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll). Sayangn

Kumpulan Cerpen "Muslimah Banua Menulis": Candy Love

Dunia remaja memang kaya warna. Kelip-kelip kenangan memancar dalam ingatan, sulit terlupa meski usia beranjak dewasa. Masa sarat potensi, kejar prestasi, penuh dorongan ingin mengabdi pada Allah Yang Maha Suci, tentunya tak luput dari tantangan. Pengorbanan meraih cita, tertatih menggenggam asa, tertuang dengan jernih dalam nuansa kumpulan cerita pendek ini. Kadang nasihat dirasa menjemukan. *Candy Love* hadir untuk berkaca, merenungi sekelumit kisah hidup, untuk mematut diri, sudahkah cukup hiasan diri, menjadi remaja muslimah sejati. *Candy Love* adalah karya persembahan penulis-penulis muslimah muda Banua(Kalsel). Mencoba merangkai kata, menyentuh rasa, menggugah pemikiran agar remaja muslim bangkit, mengembangkan potensi diri, berkiprah 'tuk prestasi dunia-akhirat, serta menyumbangkan segenap pikiran dan tenaga untuk kebaikan umat. #MuslimahBanuaMenulis

Game Online dan Nasib Generasi

O leh: Fathanah Mukhlisah, S.Pd (Pemerhati Sosial dan Pendidikan) . Akhir-akhir ini, publik dihebohkan dengan kontroversi game online PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG). Pasalnya, game yang satu ini mencuat lantaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat akan melabelinya dengan fatwa haram. Kontroversi game PUBG awalnya mencuat lantaran dikaitkan dengan aksi berdarah penembakan oleh teroris di masjid Selandia Baru. Puluhan nyawa melayang akibat aksi sadis tersebut. . Terkait hal ini, Sekretaris Komisi III DPRD Banjarbaru, berharap agar vonis terhadap game ini benar-benar ditimbang dan dikaji. Ditambahkannya, meskipun nantinya akan benar-benar dilarang secara resmi. Ia menginginkan agar alasan dan dasar pelarangan bisa tersosialisasi dan tersampaikan secara komprehensif (kalsel.prokal.co, 03/04/2019).  . Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan siap menyosialisasikan hasil kajian MUI pusat terkait fatwa haram bermain game smartphone Player Unknown Battle Ground's (PUBG),