Langsung ke konten utama

Asap Karhutla Berulang, Pertanda Kerusakan Lingkungan Sistemik

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*

Kebakaran lahan di Banua semakin meluas. 214 titik hotspot masih menyala di 13 Kabupaten/kota dari awal bulan Mei hingga 27 Agustus. Sebanyak 1.367 hektare lahan dan hutan hangus dilahap si jago merah. Kendala tersulit ketika api membakar daerah yang tidak bisa dijangkau. Area yang masih “menyala” kebanyakan berada di area lahan gambut. Salah satu yang susah dikendalikan adalah wilayah Guntung Damar Banjarbaru.

Beberapa hari terakhir kabut asap akibat karhutla terjadi di beberapa titik di wilayah Banjarbaru. Misalnya saja wilayah Guntung Manggis atau jalanan Trikora. Pagi sekitar pukul 06.00 hingga 08.00 kabut cukup terasa (kalsel.prokal.co, 28/08/2018).

Bencana asap akibat karhutla sudah berulang kali melanda dan menyebabkan kerugian. Hancurnya paru-paru dunia di hutan Indonesia, terutama Sumatera dan Kalimantan, telah ditunjukkan secara nyata dengan kebakaran hutan yang parah. Dari Mei-Juli 2018, sudah 107 kali terjadi karhutla di Kalimantan Selatan (banjarmasin.tribunnews.com, 29/07/2018).

Eksploitasi bahan tambang di dalam hutan-hutan perawan dan penebangan pohon secara besar-besaran menyebabkan kekeringan berkepanjangan. Peningkatan panas bumi pun tak terelakkan. Karena proses penanaman kembali hutan tersebut (deforestasi) tak segera dilakukan. Akibatnya, terjadi kerusakan alam dari atas dan bawah.

Kepala Seksi Observasi BMKG Stasiun Pemantau Atmosfer Global (GAW) Bukit Kototabang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Budi Satria menyebutkan, berdasarkan catatan terakhir Maret 2018, konsentrasi gas rumah kaca sudah mendekati angka 400 ppm. Kondisi ini sudah menjadi perhatian para peneliti. Di era pra industri, konsentrasi gas rumah kaca berada pada angka 280 ppm.

Stasiun GAW merupakan bagian dari sistem monitoring dan riset yang dikoordinasi oleh World Meteorological Organization (WMO) atau Organisasi Meteorologi Dunia. Mulai beroperasi sejak 1996, dan menjadi salah satu stasiun di zona ekuatorial yang penting dalam program pengamatan atmosfer secara global (okezone.com)

Gas rumah kaca, berpengaruh pada peningkatan suhu bumi  sehingga berdampak pada kelangsungan makhluk hidup yang ada. Para ahli dan peneliti memprediksi, jika tidak ada aksi konkret untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ini, maka pada 2100 angka konsentrasi bisa mencapai 900 ppm. Jika di angka itu, suhu akan meningkat dua derajat celsius sejak pra industri. Saat ini saja suhu sudah meningkat 0,8 derajat celsius, dan itu cukup panas (viva.co.id, 03/05/2018).

Karhutla menjadi masalah berulang tiap tahun di negeri ini, tanpa terselesaikan. Masalah kabut asap pun menjadi persoalan sistemik, melibatkan banyak pihak. Lahan gambut mudah sekali terbakar, dan ini karena kekeringan akibat tata kelola air di lahan gambut bermasalah. Telah ada 765 titik panas karhutla di tahun 2018. Kebakaran tersebut ternyata banyak terjadi di kawasan hutan industri dan perkebunan yang dikuasai oleh perusahaan swasta (antaranews.com, 28/08/2018). Hal ini menunjukkan bahwa Kapitalisasi oleh swasta pada hutan, khususnya di Kalimantan menjadi penyumbang rusaknya hutan. Padahal hutan berfungsi pula sebagai daerah tangkapan air. Akibatnya terjadi kekeringan dan kebakaran lahan saat kemarau datang. Kebakaran hebat menyebabkan asap yang banyak. Ini menimbulkan emisi gas rumah kaca juga makin besar.

Meski bencana asap karhutla ini berusaha diatasi, namun belum membuahkan hasil. Sebab, oknum swasta masih memiliki kebebasan menguasai hutan dan membuka lahan. Regulasi penguasa  pun masih minim dalam pengawasan dan sanksi. Karenanya, pelanggaran pun terus berulang.

Sebenarnya pengelolaan yang baik dan benar terhadap potensi sumber daya alam, akan membawa kemaslahatan besar bagi negara pengelola dan rakyatnya. Sebaliknya, ketika pengelolaan tidak benar secara manajemen atau eksplorasi justru membawa implikasi negatif. Apalagi jika diserahkan pada pihak swasta atau asing dengan asas berpikir kapitalis. Sekadar melihat sisi manfaat dan keuntungan tanpa peduli dampak yang ditimbulkan. Lingkungan rusak, ancaman ISPA, pendidikan terganggu, dan perekonomian lumpuh.

Hutan sebagai kekayaan alam sangat penting untuk menjaga keberlangsungan pemenuhan hajat hidup manusia. Maka, Islam memiliki pengaturan lengkap dan paripurna dalam pengelolaan hutan. Tersusun apik dalam sistem ekonomi Islam, karena sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat.

Hakikatnya hutan adalah milik Allah SWT yang diamanahkan pada manusia, untuk memelihara dan mengelolanya dengan sebaik-baiknya. Islam mengatur hutan (al-ghaabaat) terkategori kepemilikan umum (al-milkiyah al-ammah). Bukan milik individu atau negara. Ini berdasarkan hadits Rasulullah saw: “Kaum Muslim berserikat (sama-sama memiliki hak) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api.” (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).

Syariah memandang pengelolaan hutan hanya dilakukan oleh negara, bukan diserahkan pada pihak lain (swasta atau asing). Dan hasilnya mesti dikembalikan pada rakyat. Bisa dalam bentuk layanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Negara akan memberikan sanksi (ta’zir) tegas terhadap pihak yang merusak hutan. Penguasa pun wajib memerhatikan pengelolaan alam. Agar terhindar dari dampak kerusakan ekosistem, apalagi sampai membahayakan manusia.[]

#opini #karhutla #gambut #kalimantan #bnpb #kebakaran #hutan #kesehatan #industri #banuasyariah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Perempuan Mengembalikan Kepemimpinan Islam

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Perempuan dan anak pun menjadi kelompok yang paling rentan terhadap tindak kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. Problematika yang kompleks dan memilukan yang dialami kaum perempuan hari ini merupakan buah diterapkan sistem bathil, Kapitalisme-Demokrasi. Fakta yang ada, menunjukkan sistem ini telah mengeksploitasi kaum perempuan di seluruh dunia demi menghasilkan pendapatan negara dan melipatgandakan keuntungan bisnis para Kapitalis.  Tak peduli bila harus mengorbankan kehormatan dan kesejahteraan perempuan. Sistem Kapitalis-Sekuler telah membawa seluruh manusia ke dalam kesengsaraan, termasuk juga kaum perempuan. Sebab, Kapitalisme hanya mengukur partisipasi perempuan dalam pembangunan bangsa sekadar dari kontribusi materi.  Rasulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu merupakan perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)...

"No, Comment!" Boleh Nggak Ya?

by Nor Aniyah Pernah dengar nggak reaksi orang-orang kalau ditanya atau dimintai tanggapan? Biasanya sih banyak di antara mereka yang bilang, "No, comment.. No, comment!" Sebenarnya apa sih artinya itu? Nah, biasanya neh "No, comment" ini artinya identik dengan "nggak ada komentar deh." Oke, oke aja. Atau "terserah kamu saja deh!" Ini bisa jadi terkesannya, kamu-kamu, aku-aku. "Lue, gue" gitu. Wah, kira-kira nih, yang begini, boleh nggak ya? Oke, Muslimah, kalau sekali-kali mungkin boleh lah kamu berujar kayak gitu. Misalnya, saat buru-buru. Mau ada urusan dulu. Tapi, kalau keterusan, ini bisa bahaya juga! Lho kok, gitu? Iya. Kalau keterusan, alamat kamu harus hati-hati. Apalagi dilakonin sama kaum muda sepertimu. Waspadalah! Bisa dibilang terlalu sering "no coment" itu, alarm kalau kita cenderung sudah nggak mau tahu. Rasa peduli kita sudah mulai luntur. Jangan-jangan, nama tetangga di samping rumah saja nggak tahu? Gaw...

Ketika TKA Masih Ada di Banua

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Media sosial sempat dihebohkan dengan viralnya video rombongan warga negara asing (WNA) tiba di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Para WNA itu terekam keluar dari terminal kedatangan, kemudian naik ke sebuah bus. Dalam video berdurasi 11 menit 27 detik tersebut, si perekam menjelaskan bahwa puluhan warga asing itu diduga berasal dari Tiongkok. Karena memiliki ciri-ciri mirip dengan orang-orang dari negara Asia Timur, yaitu berkulit putih dan bermata sipit (kalsel.prokal.co, 27/02/2019). Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I TPI Banjarmasin, membenarkan kedatangan TKA asal China yang akan bekerja PT Merge Mining Industry (MMI). Namun, ia menyebut jumlahnya hanya 22 orang dan telah memiliki kartu izin tinggal terbatas (KITAS). Menurut dia, TKA asal Negeri Tirai Bambu itu merupakan pekerja yang dirolling PT MMI yang sebelumnya sudah dideportasi otoritas imigrasi. Ia memaparkan di Kalsel PT MMI merupakan perusahaan yang paling banyak mempekerjakan TKA yakni berju...