Langsung ke konten utama

Sebuah Tulisan untuk Gita

(Menanggapi Tulisan "Survei Pilpres, untuk Siapa?" dan "Belajar Menulis dari Gita")

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd

Gita Pebrina Ramadhana, Mahasiswi Magister Pendidikan ULM menyampaikan pesan dengan tulisan, "Survei Pilpres, untuk Siapa?" Cukup membuat bangga, ada lagi mahasiswa yang berani bersuara. Mengingatkan kita pada mahasiswa-mahasiswa yang cerdas dan kritis pendahulunya, salah satunya Sang pemegang "Kartu Kuning."

Di tengah rusaknya tatanan sosial generasi, para pemuda khususnya mahasiswalah yang jadi harapan. Insan terdidik, sebagai "agen of change." Diharapkan bisa membuka mata masyarakat tentang keadaan yang terjadi, dan mencoba memberikan tawaran solusi.

Banyak sekali masalah yang menimpa negeri kita. Dan Gita berusaha menerangkannya dalam sebuah tulisan. Sangat banyak data dan angka di media cetak maupun online terpercaya tak cukup dimuatkan dalam beberapa halaman, itulah keterbatasan ruang tulisan.

Terkait kesehatan, betapa banyak yang dapat diambil pelajaran. Kasus terlantarnya bayi Debora karena tidak dilayani, tentu tak ingin terulang lagi. Bayi-bayi Asmat yang menderita kekurangan gizi sedangkan tanahnya melimpah emas tentu tidak boleh diabaikan terus. Karena kesehatan mestinya dijaminkan terpenuhi secara berkualitas untuk setiap masyarakat.

Dalam masalah pendidikan, mari bertanya pada teman-teman mahasiswa, yang tinggal satu kost atau satu kampus. Bagaimana perjuangannya? Ada yang orang tuanya harus menjual sawah, hutang sana-sini untuk biaya kuliah. Mahasiswa pun kerap kerja serabutan, untuk membeli buku dan uang saku.

Pendidikan sangatlah mahal. Barangkali sedikit beruntung kalian yang sudah bergelar mahasiswa. Jangankan terpikir lulus kuliah S1, lanjut ke S2, atau S3, adik-adik kalian banyak yang SMA pun tak tamat. Mereka terpaksa hanya memendam harapan. Jika begini, bagaimana bisa melahirkan para generasi pemimpin dan ilmuan bagi masa depan negeri ini?

Segi ekonomi pun makin mencekik. Tarif listrik yang menyetrum, dan gas melon murah hampir punah. Bahkan, itu mudah saja diketahui lewat pembicaraan para ibu rumah tangga dan Acil warung. Mereka fasih bercerita tentang himpitan ekonomi dan kesulitan hidup sekadar urusan keperluan dapur untuk makan sehari. Bagaimana mau fokus mengurus keluarga? Namun, para ibu dan Acil tersebut hanya mampu berbincang, tugas kitalah menyampaikan dalam tulisan.

Tentang politik, sudah jadi mafhum umum dalam sistem yang ada bahwa "Tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanya kepentingan yang abadi." Acapkali, rakyat kecil menjadi korban. Begitulah, politik ala Kapitalisme, yang berduit yang akan menjabat.

"Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)." (HR. Imam Al Bukhari dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a.).

Seorang penggembala (rain) mendapatkan titipan atau amanah dari tuannya, yakni sang pemilik domba-domba untuk menggembalakan domba-domba yang dipercayakan kepadanya. Penggembala itu harus menggiring domba-domba gembalaan (raiyyah) itu ke padang gembalaan (mara) yang hijau, subur rumput dan dedaunannya. Penggembala itu harus memperhatikan dan mengarahkan agar domba-domba gembalaan itu melahap rumput-rumput dan daun-daun hijau agar kenyang. Penggembala itu juga mengarahkan domba-domba gembalaan itu ke mata air-mata air yang ada. Ia akan berupaya agar domba-domba gembalaan itu bisa minum air bersih untuk minum menghilangkan dahaga setelah puas mengunyah rumput dan dedaunan. Semua itu dia lakukan agar domba-domba yang dipercayakan kepadanya sehat dan kuat.

Sejatinya, penguasa ibarat penggembala dan rakyat adalah gembalaannya. Masak, penggembala minta premi pada yang digembalakan? Misalkan, penggembala domba minta bayaran pada domba setelah dilepaskan begitu saja ke tempat yang ada rumputnya. Sungguh penggembala yang aneh!

Adalah hak masyarakat menyampaikan aspirasi, memberikan muhasabah, dan masukan, termasuk pada penguasa. Hak rakyat juga untuk memperoleh kesejahteraan. Dari mana dananya? Dari mineral tambang, emas, batu bara melimpah, hutan dan lautan yang semestinya dikelola negara untuk pembiayaan dalam rangka menyejahterakan rakyat.

Tapi kini, hak-hak rakyat tersebut dikuasai asing, aseng, dan asong akibat liberalisasi kekayaan alam negeri. Kita sering dipertontonkan tindakan penguasa yang tak segan berselingkuh dengan pengusaha, tak setia kepada rakyatnya. Kita tentu tidak ingin jatuh berkali-kali pada lubang yang sama.

Dari tulisan Gita, kita dapat bertanya dan banyak belajar. Tentang apa yang sebenarnya terjadi. Tatanan kehidupan saat ini bisa dibilang sedang banyak masalah, tidaklah ideal. Maka menarik untuk kita pelajari bagaimanakah keadaan masyarakat ideal itu?

Disebutkan, sistem Islam lah yang mampu menyejahterakan. Benarkah? Seperti apa sistem kesehatan Islam, sistem pendidikan Islam, sistem ekonomi Islam, dan sistem hukum dan politik menurut Islam? Yang pastinya, membuat kita tergerak untuk mempelajarinya secara keseluruhannya. Dan, bila memang benar sistem Islam mampu memberikan jawaban berbagai persoalan, mengapa tidak kita coba pakai sebagai solusi?

Kembali terkait tulisan, menjadi penulis adalah profesi mulia. Menulis dapat mendatangkan kebaikan buat orang lain maupun mendatangkan keuntungan bagi penulis tersebut, berupa materi dan amal shaleh. Perlu kita ingat, menjadi penulis juga punya tanggung jawab. Bahwa apa yang ditulis akan dimintai pertanggungjawaban, baik di dunia maupun di akhirat. Perlu kiranya memahami secara mendalam seluk-beluk kepenulisan yang baik dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Di sinilah pentingnya kemauan untuk berproses, terus belajar dan menulis.

Akan tetapi, sangat disayangkan masih minimnya penulis yang menulis dengan "jujur." Menuliskan apa adanya. Yang memang sebenarnya. Entah apakah karena ada alasan tertentu? Ya, banyak yang lisannya jadi kelu karena harta atau pun kepentingan semu.  Takut akan ancaman, takut dicopot jabatan, cemas kehilangan pekerjaan. Hati sudah terbeli dan raga terkunci. Penanya pun seakan menjadi tumpul, bahkan hampir patah.

Kejujuran itu pertanda keimanan. Sebagai hamba Allah SWT, harusnya rasa takut hanya kepada-Nya. Untuk apa juga mempertahankan membela hal keliru, sementara kebenaran terlihat nyata? Paling lama hidup di dunia hanya seratus tahun saja. Setelah itu, tiada artinya lagi harta, gelar, ilmu pengetahuan, jabatan, dan pekerjaan. Lebih lagi, semua itu akan dimintai tanggung jawab saat yaumil hisab.

Semoga yang memiliki keahlian lebih, para pakar, intelektual yakni profesor, dokter, dosen, mahasiswa, guru dan pelajar, serta semua lapisan masyarakat pada umumnya, umat menantikan sumbangsih mumpuni dalam rangka membangun negeri. Sampaikanlah yang dirasakan, yang diketahui dan yang dipikirkan. Tuliskan tulisan kita secara "jujur."

Sampaikanlah yang benar meskipun pahit terdengar. Kebenaran seperti obat yang akan menyembuhkan. Insya Allah, kebenaran seiring waktu akan terungkap, cepat atau lambat.

Semua kembali tergantung niat. Biarlah Allah SWT yang menilai setiap usaha dan memberikan balasannya. Bagi kita muslim, cukuplah meneladani sabda Rasulullah saw, "Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat." (HR. Bukhari).

Jadi, terima kasih untuk Gita dan para pemuda yang mau peduli permasalahan negeri, serta teruslah berusaha membangkitkan umat kembali. "I'm with your opinion!"[]

*) Pemerhati Masalah Sosial dan Remaja, Anggota Komunitas Muslimah Banua Menulis. Berdomisili di Hulu Sungai Selatan (HSS), KalSel.

Dimuat di: Radar Banjarmasin (27/03/2018).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Perempuan Mengembalikan Kepemimpinan Islam

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Perempuan dan anak pun menjadi kelompok yang paling rentan terhadap tindak kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. Problematika yang kompleks dan memilukan yang dialami kaum perempuan hari ini merupakan buah diterapkan sistem bathil, Kapitalisme-Demokrasi. Fakta yang ada, menunjukkan sistem ini telah mengeksploitasi kaum perempuan di seluruh dunia demi menghasilkan pendapatan negara dan melipatgandakan keuntungan bisnis para Kapitalis.  Tak peduli bila harus mengorbankan kehormatan dan kesejahteraan perempuan. Sistem Kapitalis-Sekuler telah membawa seluruh manusia ke dalam kesengsaraan, termasuk juga kaum perempuan. Sebab, Kapitalisme hanya mengukur partisipasi perempuan dalam pembangunan bangsa sekadar dari kontribusi materi.  Rasulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu merupakan perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)...

"No, Comment!" Boleh Nggak Ya?

by Nor Aniyah Pernah dengar nggak reaksi orang-orang kalau ditanya atau dimintai tanggapan? Biasanya sih banyak di antara mereka yang bilang, "No, comment.. No, comment!" Sebenarnya apa sih artinya itu? Nah, biasanya neh "No, comment" ini artinya identik dengan "nggak ada komentar deh." Oke, oke aja. Atau "terserah kamu saja deh!" Ini bisa jadi terkesannya, kamu-kamu, aku-aku. "Lue, gue" gitu. Wah, kira-kira nih, yang begini, boleh nggak ya? Oke, Muslimah, kalau sekali-kali mungkin boleh lah kamu berujar kayak gitu. Misalnya, saat buru-buru. Mau ada urusan dulu. Tapi, kalau keterusan, ini bisa bahaya juga! Lho kok, gitu? Iya. Kalau keterusan, alamat kamu harus hati-hati. Apalagi dilakonin sama kaum muda sepertimu. Waspadalah! Bisa dibilang terlalu sering "no coment" itu, alarm kalau kita cenderung sudah nggak mau tahu. Rasa peduli kita sudah mulai luntur. Jangan-jangan, nama tetangga di samping rumah saja nggak tahu? Gaw...

Ketika TKA Masih Ada di Banua

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Media sosial sempat dihebohkan dengan viralnya video rombongan warga negara asing (WNA) tiba di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Para WNA itu terekam keluar dari terminal kedatangan, kemudian naik ke sebuah bus. Dalam video berdurasi 11 menit 27 detik tersebut, si perekam menjelaskan bahwa puluhan warga asing itu diduga berasal dari Tiongkok. Karena memiliki ciri-ciri mirip dengan orang-orang dari negara Asia Timur, yaitu berkulit putih dan bermata sipit (kalsel.prokal.co, 27/02/2019). Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I TPI Banjarmasin, membenarkan kedatangan TKA asal China yang akan bekerja PT Merge Mining Industry (MMI). Namun, ia menyebut jumlahnya hanya 22 orang dan telah memiliki kartu izin tinggal terbatas (KITAS). Menurut dia, TKA asal Negeri Tirai Bambu itu merupakan pekerja yang dirolling PT MMI yang sebelumnya sudah dideportasi otoritas imigrasi. Ia memaparkan di Kalsel PT MMI merupakan perusahaan yang paling banyak mempekerjakan TKA yakni berju...