Langsung ke konten utama

Jangan Paksa Aku, Ma!

by: Nor Aniyah

"Jangan bodoh!"

"Kamu kan akan tetap bisa shalat.. Bisa minta izin nanti."

"Tapi..."

"Kalau punya duit, kamu bisa menggunakannya buat sedekah dan zakat.. Dan kalau banyak kamu juga bisa naik haji."

"Nah, itukan ibadah juga?"

"Tapi, ibadah tak sekadar itu."

Lihat saja. Jika isi Al-Qur'an hanya tentang syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji, tentu Al-Qur'an tidak akan setebal yang ada. Tapi Al-Qur'an lebih dari itu, ia diturunkan untuk menyelesaikan semua masalah kehidupan manusia. Dari urusan bangun tidur hingga bangun negara.

Al-Qur'an, petunjuk hidup. Mengatur cara beribadah yang sesungguhnya pada-Nya. Beribadah secara kaffah!

"Zaman sekarang, susah nyarinya!

"Pokoknya, kamu tetap harus menerima titik!" Telpon ditutup.

"Astaghfirullah.. Mama belum paham," lirihku.
***

Mataku masih sembab bekas menangis seharian. Aku tak mengerti mengapa bisa begini. Mama terus memaksaku.

Seharusnya adalah hal yang membahagiakan. Setelah sekian tahun terpisah dengan mereka, akhirnya, bisa bertemu. Jarak memisahkan anak dengan orang tua. Ada kewajiban yang mengharuskan, menuntut ilmu. Apalagi, tinggal beda propinsi. Hanya sesekali, bisa bertatap muka.

Saat datang, malah konflik itu yang timbul. Aku dipaksa, yang tak kuingini. Semua bermula dari persepsi yang berbeda. Termakan pandangan orang di masyarakat, materialis dan sekular.

Memang, di zaman yang serba sulit ini, cukup pelik untuk mencari penghidupan. Kebanyakan orang-orang akan berjuang, mati-matian. Bahkan kerap tak peduli lagi pada aturan, sogok sana sogok sini sudah jadi kebiasaan.

Menurut Mama, aku naif. Di luar kebiasaan. Di saat orang berebutan, walau gaji cuma ratusan ribu pun dikejar. Ini tawaran datang sendiri, tak tanggung-tanggung gaji puluhan juta. Kok malah ditolak? Tidak logis menurut beliau.

Kalau masih sebagai diriku yang dulu. Tentu, tak akan biarkan kesempatan itu melayang. No, problem. Tapi, pemikiranku kini sudah berubah. Aku pun berusaha mengikat perasaan dengan pemikiran. Tak akan berbuat sembarangan, tanpa dalil.

"Kala dikejar, ia menjauh. Tapi, kala aku diam, ia ikutan diam juga. Hemm. Ini neh anggapan kebanyakan orang. Hehehe.." kata seorang temanku menggoda.

"Rezeki sejatinya adalah ketentuan Allah. Tak ada yang tahu, di mana dan berapa jumlahnya. Ia termasuk qadha Allah. Kita hanya mampu berikhtiar melakukan usaha, namun hasilnya kembali jua pada-Nya. Hasilnya terserah Allah," terang Ustadzah.

"Dan ingatlah, ia takkan genap, hingga ajal menjemput."

Penjelasan yang memuaskan akal. Menentramkan jiwa. Ya, rizki biyadillah.

"Dari pada mengurung diri di kamar. Lebih baik mencari solusi masalahku ini."

Ada seberkas harapan menyusup di tengah kegundahan. Segera kularikan motor kencang, menyusuri jalan lenggang sore. Ke rumah guru Ngaji-ku.

"Bagi wanita bekerja itu mubah, hukumnya boleh. Jadi, jika mau kerja silakan, jika tidak mau tak masalah. Tapi harus kita ingat jangan sampai yang mubah melalaikan yang wajib."

"Sudah kah yang wajib kita tunaikan?"

Aku paham, sebagai Muslimah, tak ada kewajibanku dalam perkara ini. Yang jelas wajib, masih banyak yang belum kumaksimalkan. Dakwah, salah satunya.

"Di sana itu, susah Ustadzah!"

"Maksudnya?"

"Kalau kerja, diwajibkan pakai seragam khusus. Tidak bisa pakai jilbab. Dan juga, yang jadi bawahanku kelak kebanyakannya laki-laki. Ikhtilat sudah pasti."

"Terlebih, susah untuk mengikuti kajian. Jaraknya lumayan jauh. Yang kutahu mayoritas di sana adalah non-Muslim. Aku tidak tahu, apakah bisa ngaji atau tidak di sana."

Perusahaan itu, letaknya cukup terpencil, di pedalaman. Jalan yang ada, masih berupa hamparan batu-batu cadas pegunungan. Perlu sekitar dua jam baru tembus ke pusat kota. Perjalanan yang mengkhawatirkan, bagi seorang gadis.

"Aku tak mau menanggalkan jilbabku, Ustadzah," terangku lagi.

Jilbab ini, sudah dua tahun kukenakan. Tak akan rela terlepas begitu saja. Apalagi demi materi semata.

"Jujur aku ingin tetap di sini."

"Kalau memang begitu pandanganmu, terangkan secara ma'ruf pada beliau."

"Insya Allah."

"Ustadzah, tapi aku tak tahan mendengar Mama marah-marah terus. Bolehkah aku tak menghiraukan beliau? Aku mau mogok bicara."

"Astaghfirullah.. Tidak boleh itu. Kita tetap diwajibkan berbakti pada orang tua. Tetap harus dijaga akhlak terhadap mereka."

"Nah, kalau beliau mengaitkan antara menuruti kerja dengan bakti pada orang tua, bagaimana?"

"Berbakti pada orang tua adalah kewajiban juga. Dan pilihan bekerja adalah hal yang mubah saja, namun kalau lebih banyak kemaksiatan seperti tadi. Maka, menaati Allah adalah yang utama."

Aku tahu wanita tak wajib menafkahi dirinya sendiri. Islam memandang nafkah sebagai kewajiban wali. Ayah, paman, kakek, hingga suami. Tentu wanita akan sejahtera dalam sistem Islam. Mulia dalam naungan Khilafah rasyidah.

"Ya, Allah, aku sangat rindu sistem-Mu itu," aduku tiap selesai bermunajat.

"Tetaplah, jadi anak yang shalihah!"

"Dekatkan diri pada Allah. Minta pilihan yang terbaik."

"Insya Allah, Ustadzah."
***

Android di saku kanan jilbabku bergetar. Ada panggilan masuk. Segera kupegang benda persegi itu dengan gemetar sembari terus mengayunkan langkah perlahan.

Terdengar suara khas yang kukenal, Mama.

"Assalamu'alaikum.. Bagaimana sudah yakin?"

"Wa'alaikum salam.. Iya, Ma. Ini sudah kuputuskan!"

"Insya Allah, sudah kuputuskan. Aku tidak mau bekerja di sana."

"Ma'afkan aku, Ma!" ucapku menyudahi perkataan.

Ini sudah pilihan akhir. Keputusan berdasarkan pemahaman.

"Aku akan berusaha memahamkan orang tuaku pula kelak," batinku.

Tiada ketaatan pada makhluk dalam kemaksiatan pada-Nya. Ini tekadku.

"Ya, Allah.. Kuatkanlah hamba menggenggamnya!"
***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Perempuan Mengembalikan Kepemimpinan Islam

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Perempuan dan anak pun menjadi kelompok yang paling rentan terhadap tindak kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. Problematika yang kompleks dan memilukan yang dialami kaum perempuan hari ini merupakan buah diterapkan sistem bathil, Kapitalisme-Demokrasi. Fakta yang ada, menunjukkan sistem ini telah mengeksploitasi kaum perempuan di seluruh dunia demi menghasilkan pendapatan negara dan melipatgandakan keuntungan bisnis para Kapitalis.  Tak peduli bila harus mengorbankan kehormatan dan kesejahteraan perempuan. Sistem Kapitalis-Sekuler telah membawa seluruh manusia ke dalam kesengsaraan, termasuk juga kaum perempuan. Sebab, Kapitalisme hanya mengukur partisipasi perempuan dalam pembangunan bangsa sekadar dari kontribusi materi.  Rasulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu merupakan perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll). Sayangn

Kumpulan Cerpen "Muslimah Banua Menulis": Candy Love

Dunia remaja memang kaya warna. Kelip-kelip kenangan memancar dalam ingatan, sulit terlupa meski usia beranjak dewasa. Masa sarat potensi, kejar prestasi, penuh dorongan ingin mengabdi pada Allah Yang Maha Suci, tentunya tak luput dari tantangan. Pengorbanan meraih cita, tertatih menggenggam asa, tertuang dengan jernih dalam nuansa kumpulan cerita pendek ini. Kadang nasihat dirasa menjemukan. *Candy Love* hadir untuk berkaca, merenungi sekelumit kisah hidup, untuk mematut diri, sudahkah cukup hiasan diri, menjadi remaja muslimah sejati. *Candy Love* adalah karya persembahan penulis-penulis muslimah muda Banua(Kalsel). Mencoba merangkai kata, menyentuh rasa, menggugah pemikiran agar remaja muslim bangkit, mengembangkan potensi diri, berkiprah 'tuk prestasi dunia-akhirat, serta menyumbangkan segenap pikiran dan tenaga untuk kebaikan umat. #MuslimahBanuaMenulis

Game Online dan Nasib Generasi

O leh: Fathanah Mukhlisah, S.Pd (Pemerhati Sosial dan Pendidikan) . Akhir-akhir ini, publik dihebohkan dengan kontroversi game online PlayerUnknown's Battlegrounds (PUBG). Pasalnya, game yang satu ini mencuat lantaran Majelis Ulama Indonesia (MUI) sempat akan melabelinya dengan fatwa haram. Kontroversi game PUBG awalnya mencuat lantaran dikaitkan dengan aksi berdarah penembakan oleh teroris di masjid Selandia Baru. Puluhan nyawa melayang akibat aksi sadis tersebut. . Terkait hal ini, Sekretaris Komisi III DPRD Banjarbaru, berharap agar vonis terhadap game ini benar-benar ditimbang dan dikaji. Ditambahkannya, meskipun nantinya akan benar-benar dilarang secara resmi. Ia menginginkan agar alasan dan dasar pelarangan bisa tersosialisasi dan tersampaikan secara komprehensif (kalsel.prokal.co, 03/04/2019).  . Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan siap menyosialisasikan hasil kajian MUI pusat terkait fatwa haram bermain game smartphone Player Unknown Battle Ground's (PUBG),