Oleh: Nor Aniyah, S.Pd
(Pemerhati Sosial dan Kemasyarakatan)
Gas elpiji 3 Kg kembali susah dicari. Jika pun ada, harganya di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Pertamina, Rp 17.500. Namun, ada yang mencapai Rp 35 ribu. Sontak kelangkaan dan tingginya harga ini membuat warga geram. Bahkan untuk mendapatkan gas “melon” ini, salah seorang warga jalan Pengambangan Banjarmasin, harus menunggu hampir satu jam (kalsel.prokal.co, 15/04/2109).
Sebagian warga menduga kelangkaan gas elpiji 3 kg yang merupakan subsidi pemerintah dijadikan ladang meraup keuntungan besar bagi para pengecer. Semua pihak terkait harusnya perlu diperiksa, utamanya agen dan pangkalan. Sebab selain langka juga terjadi lonjakan harga. Menurut mereka, kemungkinan kelangkaan gas elpiji subsidi ini disebabkan oleh pasokan dari pihak agen hanya satu truk per hari untuk melayani. Sementara itu, warga lainnya mengatakan, melihat banyak pelangsir yang membeli elpiji hingga terjadi kelangkaan barang tersebut (kalimantanpost.com, 12/04/2019).
Padahal, Sekretaris Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Provinsi Kalsel, memastikan suplai elpiji subsidi tiga kilogram dari depo ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBE) saat ini lancar. Distribusi elpiji dari SPBE ke agen juga lancar. Semua agen di Banjarmasin menjual elpiji ke pangkalan itu sesuai HET, yakni Rp17.500. Hiswana Migas Kalsel menyuplai 350 ton per hari untuk elpiji 3 kg, 5,5 kg dan 12 kg untuk keperluan Kalsel. Untuk suplai se-Kalsel per hari untuk elpiji subsidi itu sebanyak 250 ton per hari dan 100 ton per hari untuk elpiji 12 kg dan 5,5 kg. Jadi menurut Hiswana Migas, secara hitungan tak mungkin terjadi kekosongan gas "melon" di Banjarmasin. (banjarmasin.tribunnews.com, 19/01/2019).
Setahun sebelumnya, Komisi 3 DPRD Provinsi Kalsel menyatakan akan segera menjadwalkan pemanggilan managemen PT. Pertamina untuk meminta penjelasan terkait kelangkaan elpiji 3 kilogram. Para wakil rakyat ini menemukan fakta dilapangan, gas melon tersebut sangat sulit diperoleh masyarakat. Fakta kelangkaan gas melon diperoleh saat Komisi 3 DPRD Provinsi Kalsel melakukan reses ke sejumlah daerah di Kalsel, sejak tanggal 26-28 Februari 2018. Kelangkaan gas melon sudah terjadi selama 2 bulan. Bahkan, harga gas melon sudah mencapai angka Rp 35 ribu hingga Rp 40 ribu. Begitu juga harga elpiji 12 kilogram mencapai Rp 180 ribu (kalsel.prokal.co, 01/03/2018).
Terus berulang kelangkaan gas “melon” di Kalsel, khususnya Banjarmasin akhir-akhir ini cukup menggelisahkan masyarakat. Kebijakan pemerintah yang mengkhususkan gas 3 kg hanya bagi rakyat miskin juga memberatkan warga. Pasalnya penghasilan masyarakat sangat rendah, sehingga untuk membeli gas di atas 3 kg terlampau berat. Di sisi lain, distribusi gas 3 kg tidak lancar dan tidak merata, sehingga warga sering kesulitan mendapatkannya. Jika pun ada, harga telah melambung.
Negeri yang kaya sumber energi ini, ternyata tidak bisa menjamin kebutuhan energi rakyatnya. Liberalisasi sektor migas telah membebaskan asing mengeruk kekayaan minyak dan gas. Sebagian besar cadangan energi yang dimiliki rakyat justru diekspor ke luar negeri, bukan untuk pasokan kebutuhan dalam negeri. Kelangkaan energi dan gas semakin melengkapi kegagalan negeri ini. Semua tersebab buah dari Kapitalisme-liberal di bidang ekonomi. Negeri kaya, namun rakyatnya sengsara. Tidakkah ini sebuah petaka?
Sumber energi yang dimiliki negeri ini telah dikuasai oleh kapitalis. Padahal, energi merupakan sumber daya alam penting untuk kebutuhan rakyat. Apalagi jika persediaannya melimpah dan tak terbatas, maka harus dikembalikan lagi kepada umat. Tidak boleh dimiliki oleh individu atau korporat.
Sedangkan pengelolaannya harus dilakukan oleh negara. Tidak boleh pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta, apalagi asing.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Abyadh bin Hammal pernah menghadap kepada Nabi saw. dan memohon agar ia diberi bagian dari tambang garam yang menurut Ibnu Mutawakkil berada di daerah Marib. Lalu beliau memberikan tambang itu kepada Abyadh. Namun, tatkala orang tersebut berpaling, seseorang yang berada di majelis beliau berkata, “Tahukah Anda, bahwa yang Anda berikan adalah (seperti) air yang mengalir? Ibn. Mutawakkil berkata: maka Rasul mencabutnya darinya. (HR al-Baihaqi dan at-Tirmidzi).
Di sisi lain, jika sesuatu itu menjadi milik umum, maka tak boleh ada individu yang memilikinya. Namun, negara mengelolanya untuk dimanfaatkan hasilnya oleh rakyat. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal : padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Api, dalam pengertian energi, termasuk minyak dan gas bumi serta batubara termasuk milik umum (al-milkiyyah al-ammah) yang harus dikelola oleh Negara. Negara bertanggungjawab untuk mengekplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat.
Sementara, kebutuhan pokok rakyat menjadi hal utama yang harus dipenuhi oleh negara. Termasuk ketersediaan gas alam untuk kebutuhan memasak bagi rakyatnya. Apalagi jika SDA berupa gas berada dalam wilayah Daulah Islam, tentu negara akan mengelolanya untuk kebutuhan rakyatnya. Selain itu, sistem ekonomi Islam sangat memperhatikan distribusi seluruh kebutuhan ini sampai pada setiap warganya yang memerlukan. Sehingga tak ada diskriminasi antara warga miskin dan kaya dalam pemenuhannya. []
#SumberDayaAlam #RamadhandiBanua #BanuaSyariah #Kalsel
.
#PerubahanHakikiDenganKhilafah
#RasulullahPemimpinKami
#Khilafah_Pelindungku_Perisaiku
#KhilafahAjaranIslam
#IslamSelamatkanNegeri
#RamadhanBulanPerjuangan
#RamadhanBerkahBagiNegeri
#KegelapanMenujuCahaya
_______
Follow, Like, Share, Comment
Muslimah Banua News
@muslimahbanuanews
Komentar
Posting Komentar