Oleh: Fathanah Mukhlisah*
Uji publik atas raperda retribusi izin tempat minuman beralkohol dilakukan DPRD Banjarmasin. Wakil Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Banjarmasin menjelaskan raperada ini masuk dalam program pembentukan peraturan daerah (propemperda) tahun 2019 nanti. Jadi, tahun depan, tinggal landas.
Banyak tokoh masyarakat menyorot raperda retribusi izin tempat minuman beralkohol ini. Ia memaklumi keinginan tokoh masyarakat yang mewakili warga Banjarmasin agar kota ini bebas dari aktivitas minuman beralkohol. Namun, mustahil bisa bebas 100 persen. Sebab, regulasinya sudah diatur dalam undang-undang. Apalagi, peredaran minuman beralkohol juga berkaitan dengan pendapatan asli daerah (PAD) dan pariwisata. Cara menyiasati adalah memperketat peredarannya. Hanya hotel bintang empat dan lima yang boleh menjual minuman beralkohol. Selain itu, dilarang (jejakrekam.com, 03/12/2018).
Akan tetapi, di salah satu ruangan karaoke di Jalan Djok Mentaya Banjarmasin, nampak pramusaji membawa masuk gelas berukuran besar berisi minuman keras ke ruangan yang dipakai untuk karaoke, di hotel bintang tiga. Tak hanya hotel ini, salah satu hotel lain di kawasan Jalan A Yani KM 4 Banjarmasin, yang juga memiliki fasilitas karaoke dan tempat hiburan juga masih menjual minuman beralkohol kepada pengunjungnya.
Data dari Disbudpar Kota Banjarmasin, dari sejumlah hotel yang ada di kota ini, hanya ada tiga hotel berbintang empat Yakni Mercure, Rattan Inn dan Golden Tulip. Itupun izin SIUP-MB (Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol) yang mereka miliki sudah kedaluwarsa sejak akhir tahun 2017 lalu. Pemko memastikan, ketika ada pengajuan izin dari hotel dengan status di bawah bintang empat akan menolak izin SIUP-MB. Itu artinya, tanpa memegang SIUP-MB yang sah, miras yang beredar di hotel-hotel tersebut illegal.
Padahal, berdasarkan Perda No 10 Tahun 2017 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol, peredaran minuman keras kini dibatasi. Hanya boleh dijual oleh hotel berbintang empat dan restoran berstandar internasional. Bukan oleh hotel bintang tiga atau apalagi tempat hiburan karaoke biasa. Kenyataan di lapangan, peredaran minuman keras masih marak di kedai-kedai pinggir jalan (m.kalsel.prokal.co, 11/01/2018).
Peredaran minuman beralkohol (minol) sangatlah meresahkan. Telah banyak tokoh masyarakat meminta penguasa tegas memberantas demi melindungi generasi negeri. Namun, peraturan yang dibuat justru melegalkan. Minol legal untuk diproduksi dan diimpor, asal mendapatkan izin. Produk alkohol sekadar diatur tempatnya untuk menjual. Tak heran, peredarannya pun menjamah seluruh lapisan masyarakat, termasuk anak sekolah.
Sementara itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat bergantung salah satunya dari minol. Karena minol (minuman beralkohol) menjadi salah satu fasilitas wisman manca negara ketika berkunjung. Dan kunjungan wisman menaikkan PAD. Ini merupakan dalih berbahaya untuk tetap melegalkan minol di banua yang religius ini. Liberalisme telah merusak kaum muslimin di banua. Dan sistem ekonomi Kapitalisme pun memperparah kondisi ini. Minol menjadi komoditi utama pembangunan negeri.
Minol terus menelan korban. Menyebabkan membubungnya angka kejahatan, bertambahnya jumlah penyakit mental, dan hancurnya tatanan keluarga serta masyarakat. Ini sebenarnya telah cukup menunjukkan besarnya pengaruh minol dalam merusak akal.
Namun, kondisi buruk ini seolah wajar terjadi. Karena, meskipun negeri ini mayoritas muslim, namun sistem yang diterapkan adalah sistem yang tak islami, yakni Kapitalisme Sekuler. Dalam sistem Kapitalisme, asalkan menghasilkan uang, minol yang merusak pun akan terus dilegalkan penguasa. Jika demikian, layakkah masih berharap pada sistem ini? Tentu tidak. Umat butuh “pemimpin yang amanah dan “sistem yang membawa berkah.”
Islam sesungguhnya memiliki aturan yang lengkap untuk seluruh aspek kehidupan. Islam punya pengaturan sistem ekonomi yang paripurna. Pengaturan pemasukan negara dari sumber yang jelas dan halal. Tak boleh ada sumber yang diharamkan untuk membangun negeri. Apalagi menjadikan minol sebagai komoditas untuk menghasilkan pemasukan negara. Yang menyelisihi syariat Islam tentu akan dibuang.
Islam dengan tegas mengharamkan minol (khamr) dan memerintahkan kita untuk menjauhinya. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (TQS. al-Maidah [5]: 90)
Rasulullah Saw juga mengingatkan: “Khamr itu adalah induk keburukan dan siapa meminumnya, Allah tidak menerima sholatnya 40 hari. Jika ia mati dan khamr itu ada di dalam perutnya maka ia mati dengan kematian jahiliyah.” (HR ath-Thabrani, ad-Daraquthni, al-Qadhaiy).
Maka produsen, penjual, konsumen dan kalangan yang terlibat layak mendapatkan sanksi berat dari negara agar membuat jera, mengingat bahaya (dharar) yang begitu besar. Demikianlah, sistem Islam melarang dengan tegas segala jenis minol untuk menjaga akal. Saatnya, tinggalkan sistem Kapitalisme agar peredaran minol bisa ditekan hingga nol![]
*)Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan
#minol #dprd #retribusi #alkohol #apbd #kriminal #SyariatIslam #haram #BanuaSyariah #Kalsel
--------
Follow, Like, Share, Comment
Muslimah Banua News
@muslimahbanuanews
Komentar
Posting Komentar