Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Tim Misi Pencari Fakta Independen PBB telah menerbitkan laporan tentang krisis Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Dalam laporan tersebut dipaparkan tentang penganiayaan dan kekejaman yang dilakukan Tatmadaw (pasukan keamanan Myanmar) terhadap berbagai etnis di Rakhine, termasuk Rohingya.
Sekretaris Jenderal Amnesty International Kumi Naidoo mengatakan laporan tim Misi Pencari Fakta Independen PBB telah menambah bukti genosida terhadap Muslim Rohingya. Sebab sebelumnya, lembaganya telah menyusun laporan serupa. Menurutnya apa yang terjadi di Rakhine bukan hanya sekadar konflik. Pembantaian terhadap Muslim Rohingya merupakan tindakan disengaja dan direncanakan.
“Ini sama saja dengan genosida dan pembersihan etnis. Oleh karena itu, kami telah mendokumentasikan secara ekstensif kampanye pembersihan etnis militer termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, kelaparan paksa, deportasi paksa, serta pelanggaran HAM serius lainnya terhadap Rohingya, kata Naidoo menambahkan.
Naidoo mengatakan, Amnesty telah merekomendasikan langkah-langkah konkret untuk menahan mereka yang bertanggung jawab atas pembantaian Rohingya. Hal itu termasuk mendesak Dewan Keamanan PBB untuk merujuk situasi di Rakhine ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC) (republika.co.id, 31/08/2018).
Secara etimologis genosida merupakan kombinasi dua kata Yunani, geno berarti rakyat atau suku, dan cide berarti membunuh. Raphael Lemkin, pengacara asal Polandia pertama kali memperkenalkan istilah genosida. Majelis umum PBB pada tahun 1948 secara resmi mengadopsi konvensi tersebut.
Menurut konvensi itu genosida adalah segala macam tindakan yang diniatkan serta dimaksudkan menghancurkan, baik sebagian atau keseluruhan dari suatu kelompok bangsa, etnis, ras, atau agama tertentu. Di antara tindakan tersebut adalah, membunuh anggota kelompok, menyebabkan luka parah baik fisik maupun mental yang sulit dipulihkan, sengaja menciptakan kondisi hidup suatu kelompok menjadi di ambang kematian, serta memaksakan tindakan-tindakan yang menghambat kelahiran.
Jelas yang menimpa muslim Rohingya bukan sekadar konflik biasa, tapi termasuk genosida. Pasukan Myanmar menggeruduk ratusan desa di Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung, dengan dalih merespons ancaman terorisme ARSA. Operasi itu berimbas pada seluruh warga sipil. Otoritas Myanmar menyebutnya sebagai “operasi pembersihan. Ribuan Rohingya tewas terbunuh pasca operasi. Banyak perempuan-perempuan Rohingya diperkosa secara brutal. Sementara 725 ribu Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh.
Citra satelit menggambarkan kondisi permukiman dan desa di Rakhine pasca operasi militer Myanmar. 392 desa atau 40 persen dari seluruh permukiman hancur sebagian dan hancur total. Sebanyak 80 persen di antaranya dibakar pasukan Myanmar.
Bukti terjadinya genosida di Rohingya harusnya menuntut keadilan yang harus diwujudkan bukan sekedar dilaporkan. Namun, penguasa negeri-negeri muslim tampak tak serius menangani. Seolah berlepas tangan, menyerahkan pada masyarakat Internasional.
Akan tetapi, organisasi internasional seperti PBB juga tidak menyelesaikan masalah apapun. Mereka hanya mengecam tanpa mengambil tindakan menghentikan pemusnahan etnis Rohingya yang dilakukan pemerintah Myanmar. Sebagaimana, masalah Palestina yang dalam naungan PBB, sampai kini tak kunjung teratasi dan makin kompleks.
Sungguh peristiwa ini membuka mata dan hati. Untuk mengambil sikap sebagai mukmin, mengakhiri derita saudara kita. Sebab, Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. (TQS al-Hujurat: 10)
Rasulullah saw juga bersabda, “Perumpamaan kaum mukmin dalam hal kasih sayang, cinta kasih dan pembelaannya bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya merasa sakit (menderita), maka (hal itu) akan menjalar ke anggota-anggota tubuh lainnya dengan rasa demam dan panas.” (HR Bukhari dan Muslim).
Adakah alasan untuk tidak peduli dengan nasib saudara kita? Kita disatukan ikatan akidah Islam yang agung. Namun, kini nasionalisme semu telah memudarkan rasa persaudaraan sesama muslim itu. Sekat nasionalisme yang diciptakan Barat telah mengkotak-kotakan negeri Muslim lebih dari 50 negara bangsa. Inilah penyebab lunturnya kepedulian pada saudara muslim dibelahan bumi lain. Walau dikelilingi negeri-negeri Muslim, Rohingya terus menderita tanpa ada yang menyelamatkan.
Padahal 14 abad lalu umat Islam punya negara adi daya. Berhasil menyatukan negeri-negeri Islam di berbagai kawasan dunia. Menyatukan berbagai ras, suku, dan warna kulit seperti semetik (Arab, Syriani, Kaldean), Hamitik (Mesir, Nubia, Berber dan Sudan); Aria (Parsia, Yunani, Spanyol dan India), Tourani (Turki dan Tartar) dan lain-lain. Dengan luasnya wilayah terintegrasi berdasarkan akidah. Sebagai negara super power, ditakuti musuh dan disegani kawan.
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah perisai, di belakangnya umat berperang dan kepadanya umat berlindung. (HR Muslim).
Khalifah pasti akan menyambut seruan Allah SWT, “Dan jika mereka meminta pertolongan kepada kamu dalam perkara (menentang musuh untuk membela) agama, maka wajiblah kamu menolongnya.” (TQS. Al-Anfal: 72).
Tindakan tegas khalifah terhadap pihak yang menyerang kaum muslimin, mencegah tidak ada genosida. Khalifah akan membela orang-orang tertindas di manapun serta apapun agama, etnis dan rasnya. Siapa pun yang melakukan pembunuhan, meskipun satu orang, akan berhadapan langsung dengan khalifah.
Sejarah membuktikan pemimpin umat Islam menyelamatkan seorang muslimah dan menaklukkan kerajaan Amuria. Ini dilakukan Khalifah al-Mu’tashim. Setelah beliau mendengar seruan minta tolong Muslimah diganggu kehormatannya oleh tentara Romawi.
Jeritan itu sampai kepada Khalifah al-Mu’tashim. Kemudian Khalifah mengomando pasukan mengendarai 4.000 kuda balaq (yang mempunyai warna hitam-putih). Dengan itu, ditaklukkanlah kota Amuria dan kehormatan Muslimah dibela.
Kita membutuhkan pemimpin yang berani menyelamatkan kaum Muslim. Tanpa dibatasi sekat kebangsaan, warna kulit, atau ras apapun. Saatnya bersama berjuang untuk tegaknya kembali Izzul Islam dengan menerapkan sistem Islam. Hanya dengan itulah, seluruh kaum Muslim dapat bersatu dan jadi kuat. Sehingga dapat melindungi umat di berbagai belahan dunia, termasuk Muslim Rohingya.[]
*) Penulis dari Komunitas Muslimah Banua Menulis, berdomisili di HSS, Kalsel.
Dimuat di: Kalimantan Post
Komentar
Posting Komentar