Oleh: Nor Aniyah, S.Pd
Womens March Jakarta 2018 memuat tuntutan dari suara perempuan agar terpenuhi segala hak-haknya. Juga akan membantu menyuarakan tuntutan dan aspirasi kaum-kaum perempuan yang katanya kerap tertutup suaranya agar juga dapat didengar dan dipenuhi. Benarkah demikian?
Kita lihat para remaja putri tengah larut dalam romansa, film Milea. Berkasih-kasihan, pacaran. Shopping. Trevelling. Dunia seperti milik mereka. Bebas mengekspersikan kemauan diri, meski sebagai kaum hawa.
Dunia pun tampaknya turut memperhatikan dan memberikan ruang untuk mereka. Katakanlah, saat kaum wanita Milea yang menuntut kebebasan yang sejatinya diharamkan Allah SWT, ingin bebas mengumbar aurat, dan bebas meninggalkan agama dan keyakinannya untuk bebas berbuat maksiat.
Lantas apa yang terjadi di belahan dunia yang lain terhadap perempuan? Ambil contoh, kaum Muslimah Ghouta mayoritas yang harus terpinggirkan. Bahkan, Muslimah Ghouta harus ditinggalkan dunia karena mereka berpegang teguh pada agamanya.
Mendapatkan teror setiap saat. Ancaman nyawa terus datang. Bom dan ledakan terjadi di atas kepala. Membawa pesan maut. Setiap detik ratusan jiwa melayang. Puluhan wanita dan anak-anak terluka.
Ghouta mengalirkan sungai darah teramat deras. Ada kah yang mau membahas? Situasi di sana seperti neraka dunia. Tidak ada kesempatan untuk berbahagia. Ancaman maut terus mengintai. Sudah lebih dari 500 warga terbunuh. Di antaranya adalah ratusan bayi, anak-anak kecil, dan kaum perempuan.
Sebagaimana dilansir oleh Mediaumat.news., media resmi dan situs media sosial melaporkan foto-foto mengerikan akibat pembombardiran, pembakaran dan pembasmian lebih dari 400.000 Muslim di Ghouta Timur. Sedangkan menurut data SNHR (Syarian Network for Human Rights), sejak serangan 14 Oktober 2017 silam hingga 24 Februari 2018, Asad telah menewaskan 1121 warga sipil. Sebanyak 281 adalah anak-anak dan 171 adalah wanita. Adapun jumlah korban sejak aksi perlawanan rakyat Maret 2011 ada 12.763 jiwa. Sebanyak 1463 adalah anak-anak dan 1127 wanita. Bahkan, wilayah Ghouta terpapar 46 kali serangan senjata kimia.
Kalau membahas kaum “Melia," rupanya mereka juga menjadi korban. Wajah yang cantik dan tubuh molek dimanfaatkan untuk bisnis film. Eksplotasi murah tubuh perempuan untuk hiburan. Tak jarang perempuan jadi korban pelecehan dan kekerasan karena menuntut kesetaraan. Para kapitalis memang hanya memanfaatkan perempuan untuk meraup keuntungan.
Ironi kehidupan dalam sistem kapitalisme-demokrasi. Di manakah kebebasan yang dibolehkan bagi kaum muslimin dalam melaksanakan ajaran yang diyakininya? Di manakah suara untuk kebebasan bagi kaum Muslimah Ghouta sebagai perempuan? Yang mestinya juga harus dilindungi dan dipenuhi.
Akan tetapi, terhadap cerita Muslimah Ghouta dunia seolah bungkam. Para pemimpin dunia tak ada yang berani lantang bersuara. Padahal, kita ketahui bersama bahwa perempuan adalah seorang ibu bagi anak negeri dan kehormatannya wajib untuk dijaga. Terlebih, sebagai manusia, darah perempuan juga haram ditumpahkan tanpa alasan.
Firman Allah SWT: "Siapa saja yang membunuh satu orang, bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia." (TQS. al-Maidah [5]: 32).
Sabda Rasulullah saw: "Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang muslim." (HR. at-Tirmidzi dan an-Nasai).
Rasanya ada problem persaudaraan yang akut. Apakah kita merasa biasa saja? Berarti ada yang bermasalah dengan keimanan kita. Lebih mementingkan untuk bersenang-senang memuaskan perasaan. Ketimbang peduli dengan nasib sesama saudari yang terdzalimi.
Sangat disayangkan, kita lihat penguasa Muslim pun tidak memberi contoh sikap peduli dan persaudaraan atas pembantaian di Ghouta. Seharusnya penguasa Muslim yang bertanggung jawab melindungi mereka. Penguasa lebih peduli pada film percintaan remaja dengan sikap ke-baper-annya dibandingkan peristiwa pembantaian muslim yang terjadi di Ghouta. Penguasa dengan santai menyaksikan cerita tentang Milea namun terkait cerita Muslimah Ghouta seakan tidak punya respon apa-apa.
Rasulullah saw bersabda: "Mukmin dengan mukmin yang lainnya bagaikan satu bangunan; sebagian menguatkan sebagian lainnya." (HR. Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ahad).
Mereka adalah saudara Muslim kita. Kaum Muslimah Ghouta adalah bagian dari tubuh kita yang sedang terluka. Apakah kita hanya membiarkan lukanya semakin parah? Tentu harusnya merasa sedih dan sakit. Kasihan sekali mereka yang tinggal di sana. Membutuhkan pertolongan yang tak kunjung datang.
Pembantaian rakyat sipil dan perempuan di Ghouta tersebut harusnya segera dihentikan. Namun siapa yang harus bertindak? Kita tentu tidak bisa lagi berharap pada negara adidaya atau lembaga internasional dunia. Karena, justru merekalah yang jadi biang masalah dan terlibat dalam skenario penyerangan.
Kaum Muslim tentu juga tidak bisa berharap pada sistem kapitalisme yang terbukti terus mengeksploitasi perempuan. Umat Islam butuh sistem yang betul-betul bisa berperan sebagai pelindung, syariah dan penjaganya yaitu khalifah.
Rasulullah saw bersabda: "Imam (Khalifah) itu laksana perisai; kaum Muslim diperangi (oleh kaum kafir) di belakang dia dan dilindugi oleh dirinya." (HR. Muslim).
Apa yang disabdakan Rasulullah saw tersebut telah dibuktikan langsung dalam sejarah oleh Khalifah Al-Mutashim Billah. Di dalam kitab Matsir al-inayah, Al-Qalqasyandi menjelaskan salah satu sebab penaklukan kota Amuriyah (suatu kota terpenting bagi imperium Romawi) pada tanggal 17 Ramadhan 223 H. Salah seorang raja Romawi telah menawan seorang perempuan keturunan Fatimah ra. Ia disiksa dan dinistakan hingga berteriak dan menjerit meminta pertolongan.
Menurut Ibn Khalikan dalam Wafyah al-Ayan, Ibn al-Atsir dalam Al-Kamil fi at-Tarikh, berita penawanan tersebut sampai kepada Khalifah Al-Mutashim Billah, ketika sedang berada di atas tempat tidur. Khalifah segera bangkit dari tempat tidurnya seraya berkata, Aku segera memenuhi panggilanmu!
Pada saat seluruh masyarakat dunia merendahkan martabat kaum perempuan, bahkan ketika itu kaum perempuan tak mampu mempertahankan kedudukan mereka, apalagi memperjuangkan hak-hak dasar mereka dan menuntut hak-hak sipil mereka sebagia manusia, Islam datang laksana pijaran cahaya yang menyala terang di tengah kegelapan untuk membebaskan dan mengangkat derajat kaum perempuan.
Islam menjaga kemuliaan perempuan dengan seperangkat aturan yang di-back up dengan sistem yang kaffah terutama di ranah publik ketika diterapkan. Islam akan membebaskan lagi kaum perempuan dari berbagai penindasan dan kedzaliman. Kemudian, Islam lah yang akan memberikan perlindungan, kasih sayang dan persamaan kepada seluruh perempuan sebagai hamba yang bertakwa kepada Allah SWT.[]
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Remaja, Anggota Komunitas Muslimah Banua Menulis. Berdomisili di Hulu Sungai Selatan (HSS), KalSel.
Dimuat di: Radar Banjarmasin (19/03/2018)
Komentar
Posting Komentar