Oleh: Nor Aniyah, S.Pd
Kita lihat saat ini kebanyakan orang, khususnya kaum muda begitu bangga mengenakan atribut kekinian. Mengikuti tren terbaru. Baik, artis idola atau publik figur berupa slogan dan simbol-simbol yang menampakkan kepada yang disebut "keren" langsung saja diduplikat tanpa berpikir cermat.
Ada suatu hal yang baru, langsung jadi viral. Kebanyakan orang berbuat seperti itu karena belum tahu siapa dan seperti apa yang sebenarnya layak diikuti. Melakukan peniruan tanpa paham hal itu sebuah kebenaran atau kesalahan.
Kalau ada seseorang yang sangat mengidolakan artis bollywod misalnya, pasti tahu berbagai hal tentangnya. Misalnya: harus tahu tanggal lahir, kesukaan, bahkan artis itu sedang di mana dan berbuat apa, semua tahu. Karena katanya, seberapa banyak mengetahui, begitu juga dekatnya dengan yang dikagumi.” Minimal mengetahui dari kebiasaan atau simbol yang dipakainya. Seakan sangat penting, tak boleh dilupakan.
Nah, sekarang kalau ditanya tentang agamanya sendiri, apakah juga mengetahui? Malah bingung. Seperti apa sih simbol Islam? Jelas ada. Tapi tidak tahu atau lupa-lupa ingat.” Selaku muslim harus waspada, kalau-kalau sudah terwarnai dengan sekularisme. Yaitu, menjauhi agama dalam berkehidupan.
Padahal salah satu simbol (syiar) kaum Muslimin adalah panji Rasulullah saw. Seperti apa panji Rasulullah itu? Nah, bila belum tahu, perlu kiranya mencari tahu. Kalau tidak, bagaimana mungkin kita bisa menjadi Muslim sejati?
Bendera dan panji Rasulullah saw bernama al-Liwâ dan ar-Râyah. Secara bahasa, keduanya berkonotasi al-alam (bendera). Namun, secara syari, al-liwâ (jamak: al-alwiyah) dinamakan pula ar-râyah al-azhîmah (panji agung), dikenal sebagai bendera negara dan simbol kedudukan pemimpin.
Banyak sekali dalil dalam as-Sunnah dan atsar yang menjelaskan tentang al-liwâ dan al-râyah. Ibn Abbas ra., misalnya, menyatakan, Bendera (liwâ) Rasulullah saw. berwarna putih dan panjinya (râyah) berwarna hitam. (HR. al-Hakim, al-Baghawi dan at-Tirmidzi).
Ibn Abbas ra. menyatakan: “Panji (râyah) Rasulullah saw. berwarna hitam dan benderanya (liwâ) berwarna putih; tertulis padanya: Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh. (HR. ath-Thabrani).
Jabir bin Abdullah ra. juga menyatakan, Sesungguhnya liwa Nabi saw. pada Hari Penaklukkan Kota Makkah berwarna putih. (HR. Ibn Majah, al-Hakim dan Ibn Hibban).
Jadi, panji Rasulullah saw itu ada dua, berwarna hitam dan putih. Panji yang bertuliskan kalimat "tauhid." Punya makna yang berarti penting dan peran yang besar. Panji yang begitu mulia. Dulu, yang membawanya hanyalah orang yang terpilih, sebagai mukmin yang mendapatkan tempat yang tinggi di sisi Tuhan karena ketakwaan.
Penisbatan al-Liwâ dan ar-Râyah dalam hadis dan atsar sebagai bendera dan panji Rasulullah saw. pun memperjelas kedudukannya sebagai syiar Islam. Apalagi kalimat tauhid yang menjadi ciri khas keduanya merupakan kalimat pemisah antara iman dan kekufuran. Kalimat ini menyatukan kaum Muslim dalam ikatan yang hakiki, yakni ikatan akidah Islam. Jadi jelas bahwa keduanya termasuk syiar Islam yang wajib diagungkan dan dijunjung tinggi, menggantikan syiar-syiar jahiliah yang menceraiberaikan kaum Muslim dalam sekat-sekat imperialistik. Mengagung-kan dan menjunjung tinggi syiar Islam sesungguhnya merupakan bagian dari apa yang Allah SWT firmankan kepada kita:
"Demikianlah (perintah Allah). Siapa saja yang mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan kalbu" (TQS. al-Hajj [22]: 32).
Inilah sikap yang lahir dari ketakwaan kepada Allah. Syaikh an-Nawawi al-Bantani (w. 1316 H), saat menukil ayat ini, menjelaskan, di antara sifat terpuji yang melekat pada orang yang bertakwa adalah mengagungkan syiar-syiar Allah, yakni syiar-syiar Din-Nya. Sifat takwa ini ditunjukkan oleh sikap para Sahabat, Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, Zaid mengambil ar-Râyah, lalu ia gugur. Kemudian Jafar mengambil ar-Râyah itu, lalu ia gugur. Selanjutnya Ibn Rawahah mengambil ar-Râyah itu, lalu ia pun gugur. (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Panji Rasulullah merupakan simbol persatuan umat manusia di naungan sistem Islam, mulai dari masa Rasulullah saw hingga para Shahabat dan khalifah setelahnya. Payung Islam yang menaungi berbagai ras, suku dan kabilah. Yang menyatukan kaum Muslim dan non-Muslim dalam segala perbedaan, namun dapat hidup saling bersisian. Saat itu perbedaan agama yang ada tak jadi penghalang untuk disatukan dalam keteraturan. Penerapan syariah dalam segala aspek dan lini yang begitu menakjubkan. Sehingga benar-benar dapat terwujud kehidupan sejahtera dalam lindungan Khilafah Islamiyah. Begitu tampak Islam sebagai rahmatan lil 'alamin.
Panji Rasulullah dulu begitu dikenal. Pada masa Rasulullah menegakkan panji-panjinya untuk menyebarkan dakwah Islam dan membebaskan dari kekufuran lewat jihad. Para sahabat Rasulullah pun turut mencontohkan dalam memuliakan panji tersebut. Jiwa dan raga dipersiapkan untuk menjaga, bahkan rela mengorbankan nyawa untuk mempertahankan kesuciannya. Pada masa sesudah generasi para sahabat, juga diterus khulafaur Rasiyidin sampai masa Kekhilafahan Islam seterusnya hingga masa Kekhilafahan Ustmani yang terakhir, panji ini penuh arti. Tak sekedar panji biasa, namun sebagai eksistensi keagungan Islam. Hingga kemuliaan Islam pun tersebar lebih dari dua pertiga dunia. Inilah yang menyebabkan Islam sampai pada kita sekarang.
Akan tetapi sangat disayangkan, masih banyak yang tidak tahu.” Bahkan, dari ketidaktahuan itu langsung mentah-mentah menerima perkataan yang justru ingin mencitra burukkan. Seharusnya sikap kita tidak mudah terpengaruh pada perkataan orang yang tidak benar. Karena panji Rasulullah bukan sekadar kain biasa. Tapi, panji Rasulullah merupakan lambang yang teramat berharga.
Sebagai Muslim, kita mestinya menunjukkan kecintaan serupa, yaitu dengan turut bangga menampilkan syiar panji ini pada lingkungan dan masyarakat sekitar. Kenapa mesti takut? Kenapa malu? Bukankah sebagai wujud cinta kita pada Rasulullah, kita pun harus mencintai pula apa yang dibawa beliau? Termasuk panji Rasulullah yang merupakan panji kita, seluruh kaum Muslimin.
Sudah saatnya kita kembali pada kebanggaan kaum Muslim. Agar kita bisa menjadi umat yang satu di bawah panji yang satu. Dan hanya dengan sistem Islam yang kaffah dalam Khilafah Islamiyah, yang akan mampu mengembalikan persatuan seluruh umat manusia pada kerahmatan yang penuh cahaya.
Ingatlah pada sabda Rasulullah saw: Aku adalah pemimpin anak adam pada hari kiamat dan bukannya sombong. Dan di tanganku bendera Al-Hamd dan bukannya sombong. Dan tidak ada seorang Nabi pun, tidak pula Adam juga yang lainnya ketika itu kecuali semua di bawah benderaku, dan aku orang pertama yang keluar dari tanah/kubur dan bukannya sombong. (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Kelak kita akan dibangkitkan di hari kiamat. Hari
yang sangat dahsyat dan besar, di mana seluruh manusia dikumpulkan. Segala perbuatan, sekecil apapun akan dikabarkan. Semoga kelak kita dikumpulkan Allah SWT di bawah naungan panji Rasulullah, sebagaimana kita mencintai dan berusaha memperjuangkan kemuliaan panji Rasulullah sewaktu di dunia ini. Aamiin..[]
Komentar
Posting Komentar