Oleh:
Nor Aniyah
Ngeri!
Akhir-akhir ini kita terus disuguhi berbagai berita tentang penghilangan nyawa
manusia. Kini nyawa mudah sekali melayang. Kehidupan seperti dianggap tidak berharga,
hingga mudah dilenyapkan. Kasus pembunuhan pun terjadi beruntun.
Seperti baru-baru ini, yang pertama yakni, Tri Ari Yani
Puspo Arum, remaja 22 tahun mahasiswi Universitas Esa Unggul ditemukan lemah
tak berdaya dalam kamar mandi di indekosnya wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat,
Senin (9/1) sekitar pukul 10.00 Wib. Saat ditemukan, sekujur tubuh Arum, penuh
dengan luka. Yang lebih mengenaskan lagi, terdapat luka tusuk di bagian leher
Mahasiswi jurusan Teknik itu. Meski sempat dilarikan ke rumah sakit, nyawanya
tak sempat tertolong lagi.
Belum lagi kasus pembunuhan Arum terungkap, keesokkan
harinya sesosok jasad perempuan kembali ditemukan di Cipayung, Jakarta Timur. Diketahui
jasad nahas tersebut bernama Murniati, kelahiran Jakarta, 10 Agustus 1996.
Ditemukan penuh luka di tubuh Murniati, yakni luka lebam di pelipis kiri bekas
benturan, luka robek di bibir kanan dan luka diduga bekas bekapan bantal
(Merdeka.com, 11/1/2017).
Siapa
juga sih yang mau mati dibunuh?
Kalau memilih tentunya, tidak
ada yang mau mati secara
sia-sia. Tapi, kenapa
saat ini kejahatan dan pembunuhan kian
meresahkan? Kriminalitas terus meningkat.
Bahkan hampir tiap hari terjadi. Tiap jam, menit, detik, pergantian waktu
terasa mencekam. Kenyamanan hidup terusik, hidup penuh kecemasan.
Kejahatan tak pandang tempat, seperti terjadi kriminalitas
di kos-kosan di Jakarta tersebut.
Bagaimana menghindari cara kejahatan? Menanggapi
hal ini, calon wakil gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, menilai sistem
keamanan di setiap rumah kos harus ditingkatkan. Dia mengatakan hal itu untuk
menanggapi aksi kriminalitas yang terjadi di kos-kosan di Jakarta.
"Penghuni kos-kosan itu, kamera CCTV harus dipasang
di setiap kos-kosan dan harus lebih banyak karena dengan adanya CCTV itu
sebenarnya ada pencegahan," ujar Sandiaga (Kompas.com, 11/1/2017).
Dalam sistem kapitalisme, semua
orang bebas bertingkah laku. Tak ada unsur moral dan nilai agama yang jadi
pertimbangan. Karena asasnya adalah
standar kebebasan. Bebas memiliki dengan cara apapun. Ya, karena dalam
kehidupan menurut mereka jangan bawa-bawa aturan Tuhan. Tidak usah berpegang
pada agama. Yang berlaku adalah hukum
buatan manusia. Tidak ada rasa bersalah ketika melakukan
tindakan tercela. Apalagi ingat akan dosa saat bermaksiat dan bertindak
kriminal, ini sangat mustahil!
Nah, terkait saran
menggunakan CCTV untuk menangkal
kejahatan, malah aneh. Memangnya seberapa sih
daya pantau CCTV? Sangatlah terbatas. Karena
tindak kriminal akan terus
mengincar hampir
di berbagai tempat. Bila
terjadi tindak kriminal tak ada yang
sigap datang untuk menolong. Mampukah kita berharap pada hukum? Sanksi
hukum yang ada tiada memuat
jera. Tidak adil Paling dipenjara sebentar, setelah dibebaskan mereka kembali berkeliaran
dan mencari korban.
Tidak dapat dipungkiri, kasus
pembunuhan sadis semakin sering terjadi.
Baik karena motif perampokan, asmara atau konflik
keluarga. Manusia semakin luntur rasa kemanusiaannya akibat sistem kapitalisme
yang banyak menghasilkan tekanan, mencontohkan kekerasan kesadisan. Sistem
sanksi dalam kapitalisme yang tidak menjerakan membuat kasus-kasus penghilangan
nyawa semakin menjamur. Tidak mungkin kita
mengandalkan sistem hukum saat ini. Lantas,
ke mana lagi kita harus mencari solusi?
Sebenarnya jawabannya sudah ada di depan mata, namun
bersediakah kita mengambilnya? Ya, solusinya ada dalam sistem hidup kita, yaitu
sistem Islam. Islam dan negara khilafah yang mampu menjaga terpeliharanya fitrah
kemanusiaan, mencegah terjadinya pelanggaran hak dan memberikan sanksi tegas
dan menjerakan ketika terjadi tindak kejahatan. Karena Islam menegaskan
betapa berharganya nyawa seorang manusia di sisi Allah SWT.
Rasulullah
saw bersabda: “Sesungguhnya
hilangnya dunia (dan seisinya) benar-benar lebih ringan bagi Allah ketimbang
terbunuhnya seorang Muslim.” (HR at-Tirmidzi).
Islam
merupakan dien yang sempurna. Dengan syariahnya yang kaffah,
Islam mampu menutup pintu segala kemungkinan terjadinya kemaksiatan, apalagi
hingga terjadi tindak kriminal. Sistem Islam sebagai satu kesatuan akan efektif
mengatasi masalah kejahatan di masyarakat. Pertama, Islam mewajibkan
negara untuk tanpa henti membina keimanan dan ketakwaan rakyat. Keimanan dan
ketakwaan itu akan menjadi faktor pencegah sangat efektif masyarakat dari stres dan melakukan kejahatan dalam bentuk apapun.
Kedua, sistem ekonomi Islam akan mendistribusikan
kekayaan negeri secara merata berkeadilan, dan menyejahterakan seluruh rakyat.
Dengan begitu, alasan ekonomi tidak akan pernah menjadi
faktor orang melakukan kejahatan.
Ketiga, jika
dengan semua itu telah dilakukan, namun masih ada orang saja yang melakukan
tindak kriminal, maka sistem sanksi (‘uqubat) Islam akan menjadi palang
terakhir yang bisa menutup pintu terjadinya kejahatan. Allah SWT telah menerangkan:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh…” (TQS. al-Baqarah [2]: 178).
Orang yang membunuh orang lain tanpa haq (yang
dimaksud haq adalah ketika perang atau ketika dalam upaya membela diri
dari pembunuhan terhadap dirinya), maka ia harus dibunuh. Selain
berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa bagi pelakunya), hukum Islam
berfungsi sebagai zawajir (pencegah), yakni mencegah terjadinya
kejahatan serupa di masyarakat. Artinya, hukum Islam akan menyelamatkan
masyarakat. Allah SWT berfirman: “Dan dalam qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.” (TQS. al-Baqarah [2]: 179).
Abdurrahman Al Maliki dalam bukunya Nidzam Uqubat
menjelaskan, pembunuhan termasuk dalam pembahasan jinayat yakni
pelanggaran yang terhadap badan yang di dalamnya mewajibkan qishash atau
harta (diyat).
Ia membagi tiga kategori pembunuhan yakni pembunuhan yang
disengaja, mirip disengaja, dan tidak disengaja. Sanksi
bagi pembunuh disengaja adalah dibunuh jika wali orang yang dibunuh tidak
memaafkan. Jika jika ada pengampunan, maka pembunuh harus membayar diyat. Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Amru bin Syu’aib diyatnya berupa 30 unta dewasa,
30 unta muda, dan 40 unta yang sedang bunting.
Pembunuhan mirip disengaja adalah pembunuhan yang sengaja
dilakukan tapi menggunakan alat yang umumnya tidak bisa membunuh. Kadang-kadang
maksudnya untuk menyiksa tapi melampaui batas. Pembunuhan seperti ini sanksinya
adalah diyat berupa 100 ekor unta, 40 di antaranya adalah unta bunting.
Sedangkan pembunuhan yang tidak disengaja, seperti (1)
orang yang tidak bermaksud membunuh tapi tindakannya menyebabkan orang terbunuh
atau (2) pelaku membunuh orang di negeri kafir terhadap orang yang disangka kafir
harby ternyata Muslim, maka sanksinya berbeda. Bagi
tindakan (1) maka sanksi
bagi yang bersangkutan hanya membayar diyat 100 ekor unta dan membayar kafarat
dengan membebaskan budak. Jika tidak ada budak, maka ia harus berpuasa selama 2
bulan berturut-turut. Bagi pembunuhan model ke-2, maka cukup membayar kafarat
tanpa diyat.
Sementara
itu, Islam pun mengatur sanksi terhadap orang-orang yang bersekutu dalam
pembunuhan. Termasuk di dalamnya aktor yang memerintahkan tindak pembunuhan.
Pihak-pihak yang bersekutu dalam pembunuhan ini sanksinya sama, yakni dibunuh.
Dengan diterapkan sistem hukum yang
demikian, maka orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan tindak
pembunuhan dan kejahatan lainnya. Sehingga tidak akan ada yang terlintas untuk melakukan pembunuhan. Karena sistem hukum
Islam akan mampu mencegah orang untuk berbuat jahat. Bagi pembunuh, sanksi berupa
dibunuh pun menjadi jalan untuk menghindarkan dirinya dari siksa Allah di
akhirat.
Oleh
karena itu, solusi atas maraknya pembunuhan tidak bisa hanya dengan memasang
CCTV saja, tapi harus dengan
mencabut kapitalisme dari kehidupan masyarakat. Menggantinya dengan Islam agar
ada penataan ulang konsep kehidupan bermasyarakat dan penerapan sistem sanksi
yang bersumber dari Islam.
Ini sebuah fakta yang menunjukkan bahwa saat ini kita
memang darurat keamanan dari tindak pembunuhan. Karena
itulah kita sangat membutuhkan sistem Islam, yaitu dalam Khilafah Islamiyah
segera ditegakkan. Hanya dengan penerapan sistem-Nya saja nyawa benar-benar
akan dipandang berharga, dan darah serta kehormatan manusia akan
terjaga.[]
Komentar
Posting Komentar