Langsung ke konten utama

Jangan Kekang Hak Bicara Umat Islam!




Oleh: Nor Aniyah

Setiap orang normal yang punya mulut pasti ingin menyampaikan sesuatu. Berbicara, menyampaikan keinginannya. Baik tua ataupun muda punya rangkaian kata yang ingin diucapkan. Apa saja yang disukai dan hal yang tidak disukai. Bicara pertanda dia hidup. Hanya orang yang (maaf) kekurangan indra saja yang tak mampu bicara. Barangkali bisa tegas dikatakan "Hanya yang mati yang diam." 
Tukang bohong saja berani menyampaikan kata-kata sekehedak hatinya. Kok yang benar nggak berani? Kini terus dan sering kita jumpai dalam kehidupan, orang-orang yang berkata tapi tidak memperhatikan akibat lisannya tersebut. Siapa lagi kalau bukan orang yang obral janji. Bermuka polos dan tampang merakyat, tapi cuma pas ada maunya. Padahal mereka mangkir janji, membuat rakyat makin melarat. Yang sudah mereka janjikan, tidak ada lagi tanda-tanda akan dibuktikan ketika sudah mendapat kekuasaan.
Mau ngomong yang benar kok dibikin susah? Memang mulut tanpa pagar, jadi tugas akal untuk me-rem, menentukan mana yang baik atau tidak untuk diucapkan. Ingatlah, semua yang dikatakan pasti akan minta dipertanggungjawabkan.
Kala ada yang menyampaikan kebenaran kok dihalang-halangi? Katanya demokratis, tapi nyatanya itu hanya klaim untuk mengamankan posisi mereka. Saat ada yang kritis malah coba untuk diberangus.
Sekarang Umat sudah cerdas, tidak bisa dibohongi dan diperlakukan sekehendaknya yang berkuasa. Bukankah kekuasaan itu dapat bertahan karena ada dukungan dari Umat? Kalau Umat sudah tidak percaya dan tidak mau mendukung lagi, bagaimana mungkin mereka bisa tetap menjabat?
Sederhananya, masyarakat hanya mau dilayani sebagaimana yang mestinya. Tidak berlebihan. Sudah jelas ada aturannya seperti ini, dalam mengurus masyarakat, tidak bisa seenaknya.
Ada saatnya umat menuntut. Mulai berani menyuarakan kebenaran, yang telah dipahami dengan kenyataan yang dihadapi. Makin hari, makin sengsara saja. Harga yang mahal, serba sulit, dan urusan pelayanan yang membelit. Tentu rakyat ingin bicara, menyampaikan keadaan tersebut. Karena rakyat paham, hak mereka untuk diurusi secara baik oleh pemangku kekuasaan.
Anehnya, sekalinya rakyat bicara, malah dituduh makar. Mau memberontak sama penguasa? Kita kan dalam Islam ada disuruh untuk melakukan korekasi, bahwa semua rakyat memang wajib melakukan muhasabah penguasanya. Supaya pemerintahan berjalan lurus, dan membawa kesejahteraan bagi negerinya. Muhasabah ini adalah kewajiban semua. Semua ini wujud peduli rakyat pada Negara, demi kebaikan bersama.
Yang membingungkan adalah tindakan yang kerap bertentangan yang diambil penguasa. Misalnya, situs-situs internet yang membawa pada kebaikan ditutup, terutama bernuansa Islam. Sedangkan situs-situs pornografi perusak moral kok dibiarkan terus berseliweran? Yang aneh lagi, orang baik dituduh jahat. Orang yang mau sama-sama memperbaiki kehidupan juga dituduh melakukan makar untuk menjatuhkan. Wah, coba pikir kalau tidak ada lagi yang diperbolehkan mengoreksi, bisa-bisa hancur negeri ini akibat perbuatan kaum jumawa. Negara mau dibawa ke mana? Mungkin, neraka dunia.
Satu contoh lagi yang kita dengar, Dwi estiningsih dan Habib Rizieq dilaporkan ke polisi karena beliau menggunakan istilah kafir (untuk tokoh non muslim di uang baru) dan menyampaikan kesalahan teologis (dalam peringatan Natal). Padahal apa yang mereka sampaikan hanya menjelaskan apa yang menjadi tuntunan agamanya. Mereka malah bisa dikenai regulasi hate of speech dan UU ITE.
Tampak ada sebuah dinding tebal, pembatas antara penguasa dan rakyat. Ini tidak bisa disangkal. Penghalang untuk memisahkan kedekatan penguasa dari rakyat. Kalau sudah begini, bisa dipertanyakan penguasa mau dekat sama siapa kalau bukan sama rakyat? Kok, rakyat seperti dihalangi untuk memberikan masukan.
Apakah aturan yang ada ini sengaja untuk meredam suara rakyat yang vokal? Ini kembali mengingatkan kita pada peristiwa Orde Baru, yang menggunakan tindakan refresif untuk membungkam suara rakyat yang tidak sejalan dengan kepentingan rezim. Akankah akan terulang juga?
Sejak awal regulasi terkait hate of speech telah mengundang pro kontra. Banyak yang ikhawatir ini hanya akan menjadi alat pemerintah untuk memberangus lawan politik dan mematikan ruang kritik terhadap rezim yang berkuasa. Faktanya, lebih dari itu. Aturan ini juga dimanfaatkan untuk mengekang umat Islam menyampaikan pandangan-pandangan Islamnya dengan dalih merusak kebhinekaan dan menyebarkan kebencian Karena unsur SARA. Seolah-olah ajaran Islam adalah sumber radikalisme, menebar kebencian dan anti kebhinekaan`, dan intolerence.
Dalam Islam kita diajarkan untuk menyampaikan kebenaran, meskipun itu pahit. Karena kebenaran (haq) mutlak tegak. Sudah menjadi suatu hal yang alami, setiap insan akan terus bergerak untuk mengatakan kebenaran. Ditambah lagi, adanya akidah yang menuntut manusia senantiasa mengikuti dan menyampaikan sesuai petunjuk-Nya.
Bukti historisnya juga jelas, suatu masa Kekhilafahan yang tak terlupakan. Yaitu bagaimana sang Khalifah Umar bin Khattab yang terkenal tangguh, pemberani dan berwibawa, beliau dengan  ikhlas dan lapang dada menerima koreksi dari seorang rakyat biasa. Bahkan, meski dari seorang wanita yang berdiri menyampaikan kebenaran di hadapannya. Karena beliau menyadari bahwa yang terpenting adalah tetap berada dalam kebenaran sejati. Sehingga siapa saja dipersilakan dengan senang hati untuk mengoreksinya. Memberikan muhasabah terkait pengurusan yang telah beliau lakukan saat berkuasa memimpin rakyat. Sehingga dapat transparan dalam pengurusan masyarakat, yang mampu menghasilkan berbagai kebijakan yang menyejahterakan.
Memang saat ini cukup jauh dari gambaran ideal tersebut. Umat Islam sedang menjadi sasaran tembak program-program penyesatan opini dan diarahkan untuk meninggalkan identitas Islam dalam kehidupannya, dan sasaran moderasi Islam. Umat seolah dihalangi menyampaikan aspirasi. Dibatasi untuk sekadar memberikan muhasabah demi kebaikan bersama. Bahkan seolah ada usaha menjauhkan campur tangan umat dari jalannya pemerintahan. Patutlah rakyat bertanya, penguasa mau mengapdi pada siapa? Benarkah mengabdi dan cinta negeri? Bila tak berpihak pada rakyat, maka jangan salahkan umat bila kini mulai curiga ada yang tengah berkepentingan di belakang penguasa.
Meski sekeras apapun mereka coba menghalangi, ombak itu akan tetap bergejolak tinggi. Sekuat apapun menahan, suatu saat akan jebol juga. Jika mereka berusaha untuk menerjang arus massa yang besar, pastilah kelak akan tenggelam. Umat sudah mulai bangkit. Menjadi sebuah sunnatullah kebenaran akan tetap memancarkan sinarnya, meski gelap coba melingkupi.
Umat akan tetap mengetahui apa yang tersembunyi, cepat atau lambat. Jangan pernah menghalangi hak bicara Umat. Karena umat sudah lelah untuk berdiam atas segala tindakan dzalim yang mendera. Umat akan bangkit untuk membela apa yang mereka yakini. Umat akan terus membela yang mereka percaya dengan segenap raga.
"Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci." (TQS. ash-Shaff [61]: 9).
WalLahu a’lam. []  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"No, Comment!" Boleh Nggak Ya?

by Nor Aniyah Pernah dengar nggak reaksi orang-orang kalau ditanya atau dimintai tanggapan? Biasanya sih banyak di antara mereka yang bilang, "No, comment.. No, comment!" Sebenarnya apa sih artinya itu? Nah, biasanya neh "No, comment" ini artinya identik dengan "nggak ada komentar deh." Oke, oke aja. Atau "terserah kamu saja deh!" Ini bisa jadi terkesannya, kamu-kamu, aku-aku. "Lue, gue" gitu. Wah, kira-kira nih, yang begini, boleh nggak ya? Oke, Muslimah, kalau sekali-kali mungkin boleh lah kamu berujar kayak gitu. Misalnya, saat buru-buru. Mau ada urusan dulu. Tapi, kalau keterusan, ini bisa bahaya juga! Lho kok, gitu? Iya. Kalau keterusan, alamat kamu harus hati-hati. Apalagi dilakonin sama kaum muda sepertimu. Waspadalah! Bisa dibilang terlalu sering "no coment" itu, alarm kalau kita cenderung sudah nggak mau tahu. Rasa peduli kita sudah mulai luntur. Jangan-jangan, nama tetangga di samping rumah saja nggak tahu? Gaw...

Peran Perempuan Mengembalikan Kepemimpinan Islam

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Perempuan dan anak pun menjadi kelompok yang paling rentan terhadap tindak kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi. Problematika yang kompleks dan memilukan yang dialami kaum perempuan hari ini merupakan buah diterapkan sistem bathil, Kapitalisme-Demokrasi. Fakta yang ada, menunjukkan sistem ini telah mengeksploitasi kaum perempuan di seluruh dunia demi menghasilkan pendapatan negara dan melipatgandakan keuntungan bisnis para Kapitalis.  Tak peduli bila harus mengorbankan kehormatan dan kesejahteraan perempuan. Sistem Kapitalis-Sekuler telah membawa seluruh manusia ke dalam kesengsaraan, termasuk juga kaum perempuan. Sebab, Kapitalisme hanya mengukur partisipasi perempuan dalam pembangunan bangsa sekadar dari kontribusi materi.  Rasulullah Saw pernah bersabda: “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu merupakan perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)...

Ketika TKA Masih Ada di Banua

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd* Media sosial sempat dihebohkan dengan viralnya video rombongan warga negara asing (WNA) tiba di Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Para WNA itu terekam keluar dari terminal kedatangan, kemudian naik ke sebuah bus. Dalam video berdurasi 11 menit 27 detik tersebut, si perekam menjelaskan bahwa puluhan warga asing itu diduga berasal dari Tiongkok. Karena memiliki ciri-ciri mirip dengan orang-orang dari negara Asia Timur, yaitu berkulit putih dan bermata sipit (kalsel.prokal.co, 27/02/2019). Kepala Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I TPI Banjarmasin, membenarkan kedatangan TKA asal China yang akan bekerja PT Merge Mining Industry (MMI). Namun, ia menyebut jumlahnya hanya 22 orang dan telah memiliki kartu izin tinggal terbatas (KITAS). Menurut dia, TKA asal Negeri Tirai Bambu itu merupakan pekerja yang dirolling PT MMI yang sebelumnya sudah dideportasi otoritas imigrasi. Ia memaparkan di Kalsel PT MMI merupakan perusahaan yang paling banyak mempekerjakan TKA yakni berju...