By: Nor Aniyah
Seperti biasanya, siang hari setelah shalat Dzuhur kami langsung bersiap-siap untuk berangkat mengaji ke TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an). Letaknya lumayan jauh dari tempat tinggal kami.
TPA kami itu cukup sederhana, bangunannya terbuat dari papan kayu dan memiliki dua tingkat. Ruang yang pertama yang berada di bawah khusus untuk anak-anak santri yang masih mengaji IQRA dari jilid 1-6, sedangkan untuk ruang yang berada di tingkat atas yaitu tingkat kedua, dikhususkan untuk para santri yang sudah belajar mengaji Al-Qur’an.
Yang mengajar di TPA kami hanya dua orang pengajar, yaitu seorang ustadz dan seorang lagi ustadzah. Beliau merupakan pasangan suami isteri, yang menjadi pengajar tetap di TPA tersebut. Beliau berdua biasa disapa Pak Haji dan Ibu Haji. Di tempat kami terbiasa untuk memuliakan seorang guru atau ulama dengan tidak menyebut nama beliau. Ibu dan Bapak Haji memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil namun sudah belajar setingkat dengan kami. Putri pak Haji tersebut sudah bisa dan lancar dalam membaca Al-Qur’an.
***
“Hei Nur, kamu kok mau capek-capek pergi mengaji?” tanya Junaidi mengejutkan kami di tengah perjalanan ke TPA.
“Apa tidak kepanasan di siang hari begini?” tambahnya mengejek dan mempengaruhi agar kami tidak jadi pergi belajar mengaji.
“Alhamdulillah, kami tidak merasa kepanasan,” jawab Kakakku menerangkan.
“Tidak apa-apa, yang penting kami bisa belajar membaca al-Qur’an,” lanjut Kakakku.
“Dan dapat pahala lagi, kami kan mau jadi anak shalehah,” aku ikut menyahut.
“Memangnya kalian berani diajari oleh Bapak Haji yang galak itu?” katanya seenaknya.
“Ah, itu hanya alasanmu saja,” sahutku.
“Jangan seenaknya saja kamu bicara dan mengatakan yang tidak benar tentang Pak Haji, kamu tidak takut berdosa kalau berbohong!” kata Kakakku.
Aku sedikit kesal dengan Junaidi karena apa yang ia katakan tidaklah benar. Junaidi itu memang begitu, kalau urusan belajar mengaji dia paling malas. Walaupun dimarahi orangtuanya agar mau belajar mengaji, dia tetap bersikeras tidak mau mengaji.
Kami terus berlalu meninggalkan Junaidi yang masih tetap saja meledeki kami. Hingga kami pun telah sampai di tempat yang kami maksud. Ternyata sudah banyak teman-teman kami yang lain yang datang di TPA ....
***
*Dalam buku Antologi Cerita Anak "Ingin Ke Surga"
Penerbit: Pena Indis
Komentar
Posting Komentar